Siapa tak kenal tari piring? Tari piring merupakan salah satu tari tradisional yang berasal dari Minangkabau. Tari yang menggunakan properti piring ini biasanya berjumlah ganjil yaitu 3, 5 atau 7 orang.
Tari piring sudah dikenal keistimewaannya ke seluruh penjuru dunia. Tarian ini turut dipentaskan dalam tur festival kebudayaan nusantara. Bahkan, tidak hanya di dalam negeri, tetapi sampai ke luar negeri. Tari ini pernah dipentaskan dalam festival budaya nusantara di Malaysia, Singapura, Serbia, serta beberapa negara di Eropa.
Dalam awal tarian, penari akan membawa piring-piring beling di tangannya sambil mendentingkan suara “ting…ting…” yang ditimbulkan oleh piring dan cincin, atau antara satu piring dengan lainnya.
Gerakan Tari Piring
Tari piring memiliki 3 jenis gerakan, yaitu tupai bagaliuk (tupai bergeliuk), bagalombang (bergelombang), dan aka malik (akar melilit).
Musik pengiring tarian ini adalah musik talempong dan saluang. Jumlah penarinya berjumlah ganjil, tiga sampai tujuh orang penari. Pakaian yang digunakan penari adalah pakaian yang berwarna cerah nuansa merah dan kuning keemasan. Gerakan tari piring dimulai dengan meletakkan dua buah piring di atas kedua telapak tangan. Piring-piring tersebut diayunkan secara cepat tanpa terlepas dari genggaman tangan.
Gerakan piring sangat cepat, karena itu merupakan kunci sukses agar piring tidak terlepas dari tangan dan jatuh ke lantai. Buat yang pertama kali melihat tarian ini, pasti akan merasa was-was dan kagum dengan kemahiran teknik para penari piring.
Pada mulanya, tari yang konon bermula dari Solok, Sumatera Barat ini adalah ritual rasa syukur atas hasil panen berlimpah yang didapatkan oleh masyarakat Minang.
Di sebalik gerakannya yang gemulai dan memukau, Tari Piring menyimpan makna sebuah ungkapan persembahan bagi tamu, tetua adat, dan pembesar negeri serta sebagai hiburan bagi masyarakat.
Selain itu, tari piring ini juga memberikan pesan-pesan positif seperti kegembiraan, kebersamaan, gotong-royong, kesejahteraan, dan kemakmuran.
Gerakan tarinya terbilang sangat unik, karena tarian ini mencoba meniru gerakan para petani bercocok tanam. Dimulai dari tarian pasambahan sebagai tanda hormat kepada penonton, dilanjutkan dengan rangkaian gerakan menanam padi sampai panen, serta diakhiri dengan gerakan memecah dan menginjak piring. Saat menari, penari mengayunkan dua piring yang diletakan di atas tangan penari dan biasanya terdapat juga lilin yang dinyalakan di atas piring tersebut.
Yang paling memukau dan membuat penonton tercengang adalah pada prosesi puncak, di mana penghujung tarian, penari akan menginjakkan pecahan kaca yang sudah disediakan dan juga pecahan kaca dari hasil lemparan piring-piring yang dibawanya. Dan anehnya tidak ada satupun penari yang terluka, walaupun mereka berloncat-loncat di atas pecahan kaca tersebut. Karena itulah tari piring membuat decak kagum siapapun yang menyaksikannya. Gerakan ini sebagai lambang kesucian niat sang penari.
Dalam melakukan atraksi ini, konsentrasi dan kepercayaan yang penuh sangat dibutuhkan oleh sang penari. Penari pun juga harus dalam keadaan bersih, dalam hal ini yaitu bersih hati, tidak sombong dan tidak sedang haid. Sebelum menginjak pecahan kaca dan menari di atasnya, penari harus berwudu sedangkan pawang harus sholat terlebih dahulu. Niscaya pertunjukan akan berjalan dengan lancar, dan seluruh penonton terhibur.
Musik talempong, gandang dan saluang selalu setia mengiringi tarian ini. Sedangkan untuk kostum, pakaian penari biasanya dipilih warna yang mencolok seperti merah dan kuning keemasan agar menarik perhatian penonton. Buat kamu yang belum pernah menonton secara langsung salah satu aset terpenting kebudayaan Minangkabau, Sumatera Barat ini, kamu wajib menyaksikannya, dan kalau tertarik mempelajarinya, banyak sanggar yang bisa kamu ikuti. I’m proud to be Indonesian.
Dikutip dari Okezone [buka link], tari piring pertama kali diciptakan oleh Syofyani Yusaf (74) yang diturunkannya dari kakeknya, Dt. Tumanggung.
"Dulu, kakek saya sempat dibuang oleh Belanda ke Boven Digul. Di situ, dia berguru dengan sesorang yang menurunkannya ilmu seperti ilmu kekebalan," cerita Syofyani, saat jumpa pers Festival De Montoire di Gedung Sapta Pesona, Jakarta, Senin (23/7/2012).
Tarian piring tersebut tidak boleh dilakukan oleh sembarang orang karena membahayakan. "Harus orang yang berhati bersih dan tidak sombong, kalau tidak kakinya bisa terluka," tuturnya. Tak mengherankan karena Tari Piring dilakukan di atas pecahan 300 botol bir.
"Sebelum tarian dimulai, penari harus berkonsentrasi dengan iringan musik. Kalau kata kakek saya, kalau pecahan kaca itu belum tampak seperti lumut, jangan dimulai," jelasnya.
Namun, karena kini Tari Piring kerap dipertontonkan di luar negeri dengan waktu yang ditentukan penyelenggara, maka kemudian dilakukan banyak penyesuaian. "Sekarang, kami mengajarkan bagaimana penari dapat berkonsentrasi dengan lebih cepat untuk menyesuaikan dengan standar internasional," kata Syofyani.
Seiring perjalanannya, Syofyani beberapa kali menemukan penari yang terluka saat menarikan tarian ini. ”Pernah ada yang kakinya berdarah-darah dan dibawa ke dokter. Dokter bilang harus diamputasi, tapi kemudian kami bawa ke kampung dan diobati secara tradisional dan sembuh total,” ceritanya.
Syofyani dengan kemampuannya menari tradisional Minang kemudian mendirikan Sanggar Tari Syofyani. Sanggar tari yang dikelola oleh putrinya, Soni Drestiana, sudah memiliki tiga cabang, yaitu di Padang, Bandung, dan Jakarta.
"Di Padang ada sekira 80-100 murid. Kalau di Jakarta dan Bandung masing-masing kira-kira 50 murid," sahut Soni pada kesempatan yang sama. Sanggar tari ini sudah menerima banyak penghargaan dan diundang ke berbagai pentas budaya di luar negeri.
Tari piring sudah dikenal keistimewaannya ke seluruh penjuru dunia. Tarian ini turut dipentaskan dalam tur festival kebudayaan nusantara. Bahkan, tidak hanya di dalam negeri, tetapi sampai ke luar negeri. Tari ini pernah dipentaskan dalam festival budaya nusantara di Malaysia, Singapura, Serbia, serta beberapa negara di Eropa.
Dalam awal tarian, penari akan membawa piring-piring beling di tangannya sambil mendentingkan suara “ting…ting…” yang ditimbulkan oleh piring dan cincin, atau antara satu piring dengan lainnya.
Gerakan Tari Piring
Tari piring memiliki 3 jenis gerakan, yaitu tupai bagaliuk (tupai bergeliuk), bagalombang (bergelombang), dan aka malik (akar melilit).
Musik pengiring tarian ini adalah musik talempong dan saluang. Jumlah penarinya berjumlah ganjil, tiga sampai tujuh orang penari. Pakaian yang digunakan penari adalah pakaian yang berwarna cerah nuansa merah dan kuning keemasan. Gerakan tari piring dimulai dengan meletakkan dua buah piring di atas kedua telapak tangan. Piring-piring tersebut diayunkan secara cepat tanpa terlepas dari genggaman tangan.
Gerakan piring sangat cepat, karena itu merupakan kunci sukses agar piring tidak terlepas dari tangan dan jatuh ke lantai. Buat yang pertama kali melihat tarian ini, pasti akan merasa was-was dan kagum dengan kemahiran teknik para penari piring.
Pada mulanya, tari yang konon bermula dari Solok, Sumatera Barat ini adalah ritual rasa syukur atas hasil panen berlimpah yang didapatkan oleh masyarakat Minang.
Di sebalik gerakannya yang gemulai dan memukau, Tari Piring menyimpan makna sebuah ungkapan persembahan bagi tamu, tetua adat, dan pembesar negeri serta sebagai hiburan bagi masyarakat.
Selain itu, tari piring ini juga memberikan pesan-pesan positif seperti kegembiraan, kebersamaan, gotong-royong, kesejahteraan, dan kemakmuran.
Gerakan tarinya terbilang sangat unik, karena tarian ini mencoba meniru gerakan para petani bercocok tanam. Dimulai dari tarian pasambahan sebagai tanda hormat kepada penonton, dilanjutkan dengan rangkaian gerakan menanam padi sampai panen, serta diakhiri dengan gerakan memecah dan menginjak piring. Saat menari, penari mengayunkan dua piring yang diletakan di atas tangan penari dan biasanya terdapat juga lilin yang dinyalakan di atas piring tersebut.
Yang paling memukau dan membuat penonton tercengang adalah pada prosesi puncak, di mana penghujung tarian, penari akan menginjakkan pecahan kaca yang sudah disediakan dan juga pecahan kaca dari hasil lemparan piring-piring yang dibawanya. Dan anehnya tidak ada satupun penari yang terluka, walaupun mereka berloncat-loncat di atas pecahan kaca tersebut. Karena itulah tari piring membuat decak kagum siapapun yang menyaksikannya. Gerakan ini sebagai lambang kesucian niat sang penari.
Dalam melakukan atraksi ini, konsentrasi dan kepercayaan yang penuh sangat dibutuhkan oleh sang penari. Penari pun juga harus dalam keadaan bersih, dalam hal ini yaitu bersih hati, tidak sombong dan tidak sedang haid. Sebelum menginjak pecahan kaca dan menari di atasnya, penari harus berwudu sedangkan pawang harus sholat terlebih dahulu. Niscaya pertunjukan akan berjalan dengan lancar, dan seluruh penonton terhibur.
Musik talempong, gandang dan saluang selalu setia mengiringi tarian ini. Sedangkan untuk kostum, pakaian penari biasanya dipilih warna yang mencolok seperti merah dan kuning keemasan agar menarik perhatian penonton. Buat kamu yang belum pernah menonton secara langsung salah satu aset terpenting kebudayaan Minangkabau, Sumatera Barat ini, kamu wajib menyaksikannya, dan kalau tertarik mempelajarinya, banyak sanggar yang bisa kamu ikuti. I’m proud to be Indonesian.
Dikutip dari Okezone [buka link], tari piring pertama kali diciptakan oleh Syofyani Yusaf (74) yang diturunkannya dari kakeknya, Dt. Tumanggung.
"Dulu, kakek saya sempat dibuang oleh Belanda ke Boven Digul. Di situ, dia berguru dengan sesorang yang menurunkannya ilmu seperti ilmu kekebalan," cerita Syofyani, saat jumpa pers Festival De Montoire di Gedung Sapta Pesona, Jakarta, Senin (23/7/2012).
Tarian piring tersebut tidak boleh dilakukan oleh sembarang orang karena membahayakan. "Harus orang yang berhati bersih dan tidak sombong, kalau tidak kakinya bisa terluka," tuturnya. Tak mengherankan karena Tari Piring dilakukan di atas pecahan 300 botol bir.
"Sebelum tarian dimulai, penari harus berkonsentrasi dengan iringan musik. Kalau kata kakek saya, kalau pecahan kaca itu belum tampak seperti lumut, jangan dimulai," jelasnya.
Namun, karena kini Tari Piring kerap dipertontonkan di luar negeri dengan waktu yang ditentukan penyelenggara, maka kemudian dilakukan banyak penyesuaian. "Sekarang, kami mengajarkan bagaimana penari dapat berkonsentrasi dengan lebih cepat untuk menyesuaikan dengan standar internasional," kata Syofyani.
Seiring perjalanannya, Syofyani beberapa kali menemukan penari yang terluka saat menarikan tarian ini. ”Pernah ada yang kakinya berdarah-darah dan dibawa ke dokter. Dokter bilang harus diamputasi, tapi kemudian kami bawa ke kampung dan diobati secara tradisional dan sembuh total,” ceritanya.
Syofyani dengan kemampuannya menari tradisional Minang kemudian mendirikan Sanggar Tari Syofyani. Sanggar tari yang dikelola oleh putrinya, Soni Drestiana, sudah memiliki tiga cabang, yaitu di Padang, Bandung, dan Jakarta.
"Di Padang ada sekira 80-100 murid. Kalau di Jakarta dan Bandung masing-masing kira-kira 50 murid," sahut Soni pada kesempatan yang sama. Sanggar tari ini sudah menerima banyak penghargaan dan diundang ke berbagai pentas budaya di luar negeri.
loading...
0 komentar:
Post a Comment
Artikel ini belum lengkap tanpa komentar anda!
Silahkan berkomentar yang santun dan cerdas, tidak menghina, tidak memaki dan tidak menyebar kebencian. Terima kasih