Ada banyak 'Ulama Nusantara' yang namanya sangat terkenal hingga di tingkat internasional. Nama-nama mereka masih harum hingga sekarang.
Mereka dikenal karena kiprahnya di bidang ilmu keagamaan. Ulama-ulama terdahulu ini kebanyakan berguru di Mekah dan Madinah. Kemudian mengajar di sana dan sebagian kembali ke Indonesia.
Bangsa Indonesia, khususnya kaum santr. Kebanggaan diwujudkan dengan meneladani dan meneruskan kiprah beliau dalam menyebarkan ilmu agama. Tentu saja dengan cara-cara yang arif dan bijaksana.
Berikut tujuh nama ulama Indonesia yang terkenal di dunia:
1.Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari (Banjar 1710)
Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari lahir di Banjar tanggal 15 Safar 1122 (17 Mei 1710). Beliau wafat 6 Syawal 1227 (3 Oktober 1812). Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari tak hanya dikenal oleh masyarakat Nusantara. Namun juga kaum muslimin di Filipina, Turki, Arab Saudi, Mesir, dan India.
Al-Banjari juga menulis puluhan karya. Di antaranya yang termasyhur adalah kitab Sabilal Muhtadin yang kini diabadikan menjadi nama sebuah masjid Sabilal Muhtadin di Banjarmasin untuk mengenang karya dan jasanya kepada masyarakat setempat.
2.Syekh Sulaiman Ar-Rasuli Al-Minangkabawi (Minangkabau 1871)
Syekh Sulaiman Ar-Rasuli Al-Minangkabawi Lahir di Candan, Sumatera Barat, pada tahun 1871. Beliau seangkatan dengan pendiri Nahdlatul Ulama (NU), Hadratussyekh Hasyim Asy’ari.
Syekh Sulaiman menuntut ilmu agama di Mekah. Di antara guru beliau adalah ulama Minang yang tinggal di Tanah Suci yaitu Syekh Ahmad Khatib Abdul Lathif Al-Minangkabawi.
Sekembali ke tanah air, ia menyebarkan ajaran Islam dengan sistem lesehan (duduk bersila). Pada tahun 1928 Al-Minangkabawi menggunakan bangku.
Al-Minangkabawi merupakan salah satu pelopor berdirinya organisasi Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti), sebuah organisasi yang sempat menjadi partai politik. Saat itu beliau bersama Syekh Abbas Ladang Lawas dan Syekh Muhammad Jamil Jaho.
3.Syekh Sayyid Utsman Betawi (Betawi 1822)
Nama lengkap Sayyid Utsman bin Abdullah bin Aqil bin Umar bin Yahya Al-Alawi namun lebih dikenal dengan sebutan Habib Utsman Mufti Betawi. Beliau lahir di Pekojan, Jakarta, 17 Rabiul Awwal 1238 (2 Desember 1822).
Habib Utsman adalah sahabat ulama besar Sayyid Yusuf An-Nabhani, mufti di Beirut. Selama di Mekah, Habib Utsman menimba ilmu pada Syekh Ahmad Ad-Dimyathi, Sayyid Muhammad bin Husein Al-Habsyi, Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan, dan Syekh Rahmatullah.
Mufti Betawi ini berhasil menulis karya sebanyak 109 buah. Beliau terkenal sangat tegas dalam memutuskan sebuah perkara. Ini juga yang menjadikan ulama-ulama asli Jakarta kagum dan menjadikan Habib Utsman sebagai guru teladan.
4.Syekh Muhammad Khalil Al-Maduri (Bangkalan, 1820)
Syekh Muhammad Kholil Al-Maduri lahir pada 11 Jamadil Akhir 1235 (27 Januari 1820) di Bangkalan, Madura. Beliau wafat pada usia 106 tahun (29 Ramadan 1341 atau 14 Mei 1923).
Kepandaian Kiai Muhamad Kholil sudah terlihat sejak masih muda. Semasa mudanya beliau sudah berhasil menghafal Al-Qur’an (hafidz). Juga mampu menguasai qiraah tujuh (tujuh cara membaca al-Qur’an). Beliau sempat berguru kepada Kiai Muhammad Nur di Pondok Pesantren Langitan, Tuban, Jawa Timur.
Tahun 1859 Kiai Kholil menuju ke Mekah. Ia bersahabat dengan Syekh Nawawi Al-Bantani. Sekembalinya ke tanah air, Kiai Kholil mendirikan pondok pesantren di daerah Cengkebuan, 1 kilometer dari tanah kelahirannya.
Pada masa penjajahan Belanda, Kia Kholil tidak terlibat langsung dalam kontak fisik karena usianya yang sudah sepuh. Namun, beliau sangat aktif menumbuhkan sikap perlawanan kepada para pemuda di pondok pesantrennya. Gara-gara itu, Kiai Kholil sempat ditahan Belanda karena dituduh melindungi para pemberontak.
Semasa hidup telah membina kader-kader ulama untuk generasi setelahnya, seperti KH. Hasyim Asy’ari (pendiri Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang) dan KH. Bisri Mustofa (pendiri Pondok Pesantren Rembang).
5.Syekh Nawawi Al-Bantani (Banten 1800)
Syekh Nawawi Al-Bantani lahir di Banten pada penghujung abad ke-18. Nama lengkapnya Muhammad Nawawi bin Umar ibnu Arabi bin Ali Al-Jawi Al-Bantani.
Syekh Nawawi Al-Bantani kerap disebut sebagai “Imam Nawawi Kedua”. Gelar ini diberikan oleh Syekh Wan Ahmad bin Muhammad Zain Al-Fathani.
Beliau juga menuntut ilmu di Mekah dan berguru kepada beberapa ulama terkenal seperti Syekh Ahmad An-Nahrawi, Syekh Muhammad bin Sulaiman Hasbullah Al-Maliki, Syekh Ahmad Ad-Dumyati, Syekh Muhammad Khathib Duma Al-Hanbali, Syekh Zainuddin Aceh, dan Syekh Ahmad Khathib Sambas.
6.Syekh Muhammad Mukhtar Al-Bughri (Bogor 1862)
Syekh Muhammad Mukhtar Al-Bughri lahir di Bogor, Jawa Barat, pada 14 Sya’ban 1278 (14 Februari 1862). Nama lengkapnya Muhammad Mukhtar bin Atharid Al-Bughri Al-Batawi Al-Jawi.
Pendidikan agama Kiai Mukhtar mula-mula didapat langsung dari orang tuanya. Beliau sudah mampu menghafal al-Qur’an sejak masih muda. Belia juga pernah berguru kepada Sayyid Utsman Betawi pada tahun 1299. Tidak puas menimba ilmu beliau kemudian menuju ke Mekah.
Selama di Mekah, Mukhtar Al-Bughri belajar kepada ulama termasyhur, Syekh Ahmad Al-Fathani. Beliau juga diberi kesempatan untuk mengajar di Masjidil Haram selama 28 tahun. Setiap kesempatan mengajar, ia selalu dikelilingi sekitar 400-an muridnya.
Semasa hidupnya telah menulis berpuluh-puluh karya. Mukhtar Al-Bughri wafat di Mekah pada 17 Shafar 1349 (13 Juli 1930).
7.Syekh Abdul Hamid Asahan (Tanjungbalai Asahan, 1880)
Nama lengkapnya Syeikh Abdul Hamid bin Mahmud. Lahir di Tanjung Balai Asahan, Sumatera Utara, tahun 1298 H (1880).
Ilmu agama mula-mula didapatkan dari saudara iparnya Haji Zainuddin. Setelah itu belajar kepada ulama termasyhur di Asahan bernama Syekh Muhammad Isa, mufti Kerajaan Asahan.
Atas anjuran Syekh Muhammad Isa, Kiai Abdul Hamid pun menimba ilmu ke Mekah. Menurut sang guru, Kiai Abdul Hamid memiliki talenta menjadi ulama. Di sana beliau berguru kepada Syekh Ahmad Al-Fathani. Sayang, dua tahun kemudian Syekh Ahmad Al-Fathani meninggal dunia (1325 H/1908).
Setelah itu, Kiai Abdul Hamid Asahan berguru pada Syekh Ahmad Khathib bin Abdul Lathif Minangkabawi. Proses belajar ini sempat terganggu karena meletusnya Perang Dunia I (1914 – 1918). Ia pun terpaksa pulang ke Tanjung Balai Asahan.
Abdul Hamid Asahan melengkapi hidupnya dengan menulis berpuluh-puluh buku. Ia wafat pada 10 Rabiul Akhir 1370 (18 Februari 1951).
Mereka dikenal karena kiprahnya di bidang ilmu keagamaan. Ulama-ulama terdahulu ini kebanyakan berguru di Mekah dan Madinah. Kemudian mengajar di sana dan sebagian kembali ke Indonesia.
Bangsa Indonesia, khususnya kaum santr. Kebanggaan diwujudkan dengan meneladani dan meneruskan kiprah beliau dalam menyebarkan ilmu agama. Tentu saja dengan cara-cara yang arif dan bijaksana.
Berikut tujuh nama ulama Indonesia yang terkenal di dunia:
1.Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari (Banjar 1710)
Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari lahir di Banjar tanggal 15 Safar 1122 (17 Mei 1710). Beliau wafat 6 Syawal 1227 (3 Oktober 1812). Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari tak hanya dikenal oleh masyarakat Nusantara. Namun juga kaum muslimin di Filipina, Turki, Arab Saudi, Mesir, dan India.
Al-Banjari juga menulis puluhan karya. Di antaranya yang termasyhur adalah kitab Sabilal Muhtadin yang kini diabadikan menjadi nama sebuah masjid Sabilal Muhtadin di Banjarmasin untuk mengenang karya dan jasanya kepada masyarakat setempat.
2.Syekh Sulaiman Ar-Rasuli Al-Minangkabawi (Minangkabau 1871)
Syekh Sulaiman Ar-Rasuli Al-Minangkabawi Lahir di Candan, Sumatera Barat, pada tahun 1871. Beliau seangkatan dengan pendiri Nahdlatul Ulama (NU), Hadratussyekh Hasyim Asy’ari.
Syekh Sulaiman menuntut ilmu agama di Mekah. Di antara guru beliau adalah ulama Minang yang tinggal di Tanah Suci yaitu Syekh Ahmad Khatib Abdul Lathif Al-Minangkabawi.
Sekembali ke tanah air, ia menyebarkan ajaran Islam dengan sistem lesehan (duduk bersila). Pada tahun 1928 Al-Minangkabawi menggunakan bangku.
Al-Minangkabawi merupakan salah satu pelopor berdirinya organisasi Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti), sebuah organisasi yang sempat menjadi partai politik. Saat itu beliau bersama Syekh Abbas Ladang Lawas dan Syekh Muhammad Jamil Jaho.
3.Syekh Sayyid Utsman Betawi (Betawi 1822)
Nama lengkap Sayyid Utsman bin Abdullah bin Aqil bin Umar bin Yahya Al-Alawi namun lebih dikenal dengan sebutan Habib Utsman Mufti Betawi. Beliau lahir di Pekojan, Jakarta, 17 Rabiul Awwal 1238 (2 Desember 1822).
Habib Utsman adalah sahabat ulama besar Sayyid Yusuf An-Nabhani, mufti di Beirut. Selama di Mekah, Habib Utsman menimba ilmu pada Syekh Ahmad Ad-Dimyathi, Sayyid Muhammad bin Husein Al-Habsyi, Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan, dan Syekh Rahmatullah.
Mufti Betawi ini berhasil menulis karya sebanyak 109 buah. Beliau terkenal sangat tegas dalam memutuskan sebuah perkara. Ini juga yang menjadikan ulama-ulama asli Jakarta kagum dan menjadikan Habib Utsman sebagai guru teladan.
4.Syekh Muhammad Khalil Al-Maduri (Bangkalan, 1820)
Syekh Muhammad Kholil Al-Maduri lahir pada 11 Jamadil Akhir 1235 (27 Januari 1820) di Bangkalan, Madura. Beliau wafat pada usia 106 tahun (29 Ramadan 1341 atau 14 Mei 1923).
Kepandaian Kiai Muhamad Kholil sudah terlihat sejak masih muda. Semasa mudanya beliau sudah berhasil menghafal Al-Qur’an (hafidz). Juga mampu menguasai qiraah tujuh (tujuh cara membaca al-Qur’an). Beliau sempat berguru kepada Kiai Muhammad Nur di Pondok Pesantren Langitan, Tuban, Jawa Timur.
Tahun 1859 Kiai Kholil menuju ke Mekah. Ia bersahabat dengan Syekh Nawawi Al-Bantani. Sekembalinya ke tanah air, Kiai Kholil mendirikan pondok pesantren di daerah Cengkebuan, 1 kilometer dari tanah kelahirannya.
Pada masa penjajahan Belanda, Kia Kholil tidak terlibat langsung dalam kontak fisik karena usianya yang sudah sepuh. Namun, beliau sangat aktif menumbuhkan sikap perlawanan kepada para pemuda di pondok pesantrennya. Gara-gara itu, Kiai Kholil sempat ditahan Belanda karena dituduh melindungi para pemberontak.
Semasa hidup telah membina kader-kader ulama untuk generasi setelahnya, seperti KH. Hasyim Asy’ari (pendiri Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang) dan KH. Bisri Mustofa (pendiri Pondok Pesantren Rembang).
5.Syekh Nawawi Al-Bantani (Banten 1800)
Syekh Nawawi Al-Bantani lahir di Banten pada penghujung abad ke-18. Nama lengkapnya Muhammad Nawawi bin Umar ibnu Arabi bin Ali Al-Jawi Al-Bantani.
Syekh Nawawi Al-Bantani kerap disebut sebagai “Imam Nawawi Kedua”. Gelar ini diberikan oleh Syekh Wan Ahmad bin Muhammad Zain Al-Fathani.
Beliau juga menuntut ilmu di Mekah dan berguru kepada beberapa ulama terkenal seperti Syekh Ahmad An-Nahrawi, Syekh Muhammad bin Sulaiman Hasbullah Al-Maliki, Syekh Ahmad Ad-Dumyati, Syekh Muhammad Khathib Duma Al-Hanbali, Syekh Zainuddin Aceh, dan Syekh Ahmad Khathib Sambas.
6.Syekh Muhammad Mukhtar Al-Bughri (Bogor 1862)
Syekh Muhammad Mukhtar Al-Bughri lahir di Bogor, Jawa Barat, pada 14 Sya’ban 1278 (14 Februari 1862). Nama lengkapnya Muhammad Mukhtar bin Atharid Al-Bughri Al-Batawi Al-Jawi.
Pendidikan agama Kiai Mukhtar mula-mula didapat langsung dari orang tuanya. Beliau sudah mampu menghafal al-Qur’an sejak masih muda. Belia juga pernah berguru kepada Sayyid Utsman Betawi pada tahun 1299. Tidak puas menimba ilmu beliau kemudian menuju ke Mekah.
Selama di Mekah, Mukhtar Al-Bughri belajar kepada ulama termasyhur, Syekh Ahmad Al-Fathani. Beliau juga diberi kesempatan untuk mengajar di Masjidil Haram selama 28 tahun. Setiap kesempatan mengajar, ia selalu dikelilingi sekitar 400-an muridnya.
Semasa hidupnya telah menulis berpuluh-puluh karya. Mukhtar Al-Bughri wafat di Mekah pada 17 Shafar 1349 (13 Juli 1930).
7.Syekh Abdul Hamid Asahan (Tanjungbalai Asahan, 1880)
Nama lengkapnya Syeikh Abdul Hamid bin Mahmud. Lahir di Tanjung Balai Asahan, Sumatera Utara, tahun 1298 H (1880).
Ilmu agama mula-mula didapatkan dari saudara iparnya Haji Zainuddin. Setelah itu belajar kepada ulama termasyhur di Asahan bernama Syekh Muhammad Isa, mufti Kerajaan Asahan.
Atas anjuran Syekh Muhammad Isa, Kiai Abdul Hamid pun menimba ilmu ke Mekah. Menurut sang guru, Kiai Abdul Hamid memiliki talenta menjadi ulama. Di sana beliau berguru kepada Syekh Ahmad Al-Fathani. Sayang, dua tahun kemudian Syekh Ahmad Al-Fathani meninggal dunia (1325 H/1908).
Setelah itu, Kiai Abdul Hamid Asahan berguru pada Syekh Ahmad Khathib bin Abdul Lathif Minangkabawi. Proses belajar ini sempat terganggu karena meletusnya Perang Dunia I (1914 – 1918). Ia pun terpaksa pulang ke Tanjung Balai Asahan.
Abdul Hamid Asahan melengkapi hidupnya dengan menulis berpuluh-puluh buku. Ia wafat pada 10 Rabiul Akhir 1370 (18 Februari 1951).
loading...
0 komentar:
Post a Comment
Artikel ini belum lengkap tanpa komentar anda!
Silahkan berkomentar yang santun dan cerdas, tidak menghina, tidak memaki dan tidak menyebar kebencian. Terima kasih