إنَّ الحَمْدَ لِلّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّ ئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يهَْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُه.
يَا أَيهَُّا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تقَُاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُون
يَا أَيهَُّا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ ا لَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نفَْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا
كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
يَا أَيهَُّا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا ال لَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا , يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا أَمَّا بَعْدُ
Segala puji bagi Allah yang memuliakan Islam dengan pertolongan‐Nya, merendahkan kesyirikan
dengan kekuatan‐Nya, mengatur segala urusan dengan perintah‐Nya, mempertahankan nikmat
dengan bersyukur kepada‐Nya.
Shalawat dan salam tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad shalallahu alaihi wa sallam, kepada keluarga beliau, juga kepada khalifah beliau, Abu Bakar as‐Siddiq yang pertama‐tama beriman. Semoga terlimpah pula kepada Amirul Mukminin Umar bin Khatab, orang pertama yang memerdekakan al‐Quds. Semoga terlimpah pula kepada Amirul Mukminin Utsman bin Affan, yang mengumpulkan Al‐Quran. Semoga berlimpah pula kepada Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib yang mengguncangkan kesyirikan. Semoga terlimpah pula kepada para shahabat dan orang‐orang yang mengikuti mereka dengan baik.
Jamaah Jumat rahimakumullah
Najmuddin Ayyub, seorang amir Tikrit, belum juga menikah dalam tempo yang lama. Maka bertanyalah saudaranya, Asaduddin Syirkuh, kepadanya, “Wahai saudaraku, kenapa engkau belum juga menikah?”
Najmuddin menjawab, “Aku belum menemukan seorang pun yang cocok untukku.”
“Maukah aku pinangkan seorang wanita untukmu?” tawar Asaduddin.
“Siapa?” Tandasnya.
“Puteri Malik Syah, anak Sulthan Muhammad bin Malik Syah Suthan Bani Saljuk atau puteri menteri Malik,” jawab Asaduddin.
“Mereka semua tidak cocok untukku,” tegas Najmuddin kepadanya.
Ia pun terheran, “Lantas siapa yang cocok untukmu?”
Najmuddin menjawab, “Aku menginginkan wanita shalehah yang akan menggandeng tanganku menuju jannah dan akan melahirkan seorang anak yang ia didik dengan baik hingga menjadi seorang pemuda dan ksatria yang akan mengembalikan Baitul Maqdis ke dalam pangkuan kaum muslimin.”
Asaduddin pun heran dan bertanya, “Lalu dari mana engkau akan mendapatkan wanita tersebut?”
“Barang siapa yang mengikhlaskan niatnya hanya kepada Allah, niscaya Allah akan memberikan rezeki kepadanya,” jawab Najmuddin.
Suatu hari, Najmuddin duduk bersama salah seorang syaikh di masjid kota Tikrit berbincangbincang. Lalu datanglah seorang pemudi memanggil syaikh tersebut dari balik tabir sehingga ia memohon izin dari Najmuddin untuk berbicara dengan sang pemudi. Najmuddin mendengar pembicaraan sang syaikh dengan si pemudi. Syaikh itu berkata kepada si pemudi,
“Mengapa engkau menolak pemuda yang aku utus ke rumahmu untuk meminangmu?”
Pemudi itu menjawab, “Wahai syaikh, ia adalah sebaik‐baik pemuda yang memiliki ketampanan dan kedudukan, akan tetapi ia tidak cocok untukku.”
“Lalu apa yang kamu inginkan?” Tanya syaikh.
Ia menjawab, “Aku menginginkan seorang pemuda yang akan menggandeng tanganku menuju jannah dan aku akan melahirkan seorang anak darinya yang akan menjadi seorang ksatria yang
bakal mengembalikan Baitul Maqdis ke dalam pangkuan kaum muslimin.”
Ucapan yang persis dilontarkan oleh Najmuddin kepada saudaranya Asaduddin. Ia menolak puteri Sulthan dan puteri menteri bersamaan dengan kedudukan dan kecantikan yang mereka miliki. Demikian juga dengan sang pemudi, ia menolak pemuda yang memiliki kedudukan, ketampanan, dan harta. Semua ini dilakukan karena keduanya Keduanya mengidamkan sosok yang dapat menggandeng tangannya menuju jannah dan melahirkan seorang ksatria yang akan mengembalikan Baitul Maqdis ke dalam pangkuan kaum muslimin.
Najmuddin pun berkata kepada syaikh tersebut, “Wahai Syaikh, aku ingin menikahi pemudi ini.”
“Tapi ia seorang wanita fakir dari kampung,” jawab asy‐syaikh.
“Wanita ini yang saya idamkan,” tegas Najmuddin.
Menikahlah Najmuddin Ayyub dengan pemudi tersebut dan Allah mengabulkan harapan keduanya. Dari mereka berdua lahirlah Shalahuddin al‐Ayyubi, sosok ksatria yang kelak mengembalikan Baitul Maqdis ke dalam pangkuan kaum muslimin.
Jamaah jumat rahimakumullah,
Mengapa mereka memimpikan dari keluarga mereka akan lahir sosok yang mengembalikan Baitul Maqdis kedalam pangkuan Islam? Sebab mereka tahu betul bahwa Baitul Maqdis, yang kini dikenal dengan Jerusalem, bagi kaum muslimin bukan sekadar memiliki nilai historis tinggi, namun merupakan bagian yang tak terpisahkan dari aspek keagamaan.
Dalam Al‐Qur`an, Allah menggambarkan Baitul Maqdis dan Masjidnya dengan tempat yang diberkahi, yaitu berupa kebaikan‐kebaikan yang selalu bertambah.
Allah berfirman:
سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ
ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya.” (QS. al‐Isra`:1).
Prof. Dr. Muhammad Imarah menyebutkan dalam bukunya yang berjudul Al‐Quds Baina al-Yahuudiyah wa al‐Islam, “Istilah ‘Masjidil Aqsha’ dalam Surah ini maksudnya adalah Madinah al‐Quds. Yaitu seluruh wilayah al‐Quds atau Baitul Maqdis. Yang dimaksud dengan kata ‘masjid’ bukan bermakna bangunan arsitektur untuk masjid, karena bangunan masjid belum berdiri di al‐Quds pada tahun 621 Masehi pada malam Isra`.
Demikian halnya ungkapan, ‘Masjidil Haram’ dalam ayat ini maksudnya adalah seluruh wilayah Makkah, tidak hanya terbatas pada Ka’bah dan Masjidil Haram.”
Allah juga berfirman yang menunjukkan kesucian Baitul Maqdis dalam firman‐Nya:
َ
يَاقَوْمِ ادْخُلُوا الْأَرْضَ الْمُقَدَّسَةَ الَّتِي كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ وَلَا تَرْتَدُّوا عَلَى أَدْبَارِكُمْ فَتَنْقَلِبُوا خَاسِرِينَ
Jamaah jumat rahimakumullah,
Dalam hadits, Rasulullah juga menyebutkan banyak keutaman Masjidil Aqsha yang berada di Jerusalem. Abu Dzar Radhiyallahu anhu pernah bertanya kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, masjid apakah yang pertama kali diletakkan di bumi?” Nabi menjawab, “Masjidil Haram.” Aku bertanya lagi, “Kemudian apa? Nabi menjawab, “Masjidil Aqsha.” Aku bertanya, “Berapakah jarak antara keduanya?” Nabi menjawab, “40 tahun. Kemudian di manapun kalian mendapati waktu shalat, maka shalatlah sesungguhnya ada keutamaan di dalamnya.”
Dalam hadits yang lain, Rasulullah menuturkan bahwa Baitul Maqdis tidak akan dimasuki oleh Dajjal. Junadah Bin Abi Umayyah, dia berkata, kami mendatangi seorang shahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bertanya, “Ceritakan kepada kami apa yang engkau dengar dari Rasulullah. Kemudian dia menyebutkan hadits tentang Dajjal dan mengatakan, “Dia akan tinggal di bumi selama 40 hari. Ia akan menguasai segala penjuru dan ia tidak akan mendatangi empat masjid, yaitu Ka`bah, Masjid Nabi, Masjid Aqsha, dan at‐Thur.’ (HR. Ahmad).
Dalam musnad Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Majah, Rasulullah bersabda, “Tidak diperbolehkan mengadakan perjalanan dalam rangka beribadah kepada Allah Azza wa Jalla kecuali pada tiga masjid, yaitu Masjidku (Nabawi), Masjidil Haram, dan Masjidil Aqsha.”
Nabi juga memberikan kabar gembira dengan kemenangan Baitul Maqdis. Diantara yang menguatkan hadits ini adalah hadits Auf bin Malik radhiyallahu anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hitunglah enam hal sebagai tanda kiamat, kematianku dan kemenangan Baitul Maqdis.” (HR. al‐Bukhari).
Jamaah Jumat Rahimakumullah,
Al‐Quds adalah Ibukota Khilafah Islamiyah di akhir zaman. Rasulullah pernah meletakkan tangan di atas kepala Abdullah Bin Hawalah dan berkata :
يَا ابْنَ حَوَالَةَ إِذَا رَأَيْتَ الخِْلَافَةَ قَدْ نزََلَتْ الْأَرْضَ الْمُقَدَّسَةَ فَقَدْ دَنَتْ الزَّلَازِلُ وَالْبَلَايَا وَالْأُمُورُ الْعِظَامُ
وَالسَّاعَةُ يوَْمَئِذٍ أَقْرَبُ إِلَى النَّاسِ مِنْ يَدَيَّ هَذِهِ مِنْ رَأْسِكَ
“Wahai Ibnu Hawalah, apabila engkau melihat khilafah telah turun di bumi yang suci, maka telah dekat kegoncangan, kekacauan. dan sesuatu yang besar. Ketika itu kiamat lebih dekat kepada manusia daripada tanganku ini di kepalamu.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad).
Jamaah Jumat Rahimakumullah,
Sesungguhnya masalah al‐Quds adalah permasalahan bersama umat Islam. Setiap muslim mempunyai hak terhadap bumi berkah tersebut dan wajib menolongnya dengan segala daya dan upaya. Dr. Ragib As‐Sirjani, dalam “Filisthîn Wâjibât al‐Ummah” menawarkan sepuluh hal yang bisa dilakukan untuk membebaskan al‐Aqsha:
Pertama, kembali secara total kepada Allah. Kedua, memahami permasalahan Baitul Maqdis secara benar. Ketiga, ikut bergerak aktif dalam memecahkan problem dan membebaskannya. Keempat, menjaga persatuan dan menghentikan perpecahan. Kelima, sungguh‐sungguh menghidupkan spirit jihad. Keenam, berjihad dengan harta. Ketujuh, memboikot produk Amerika dan Israel. Kedelapan, memupuk harapan. Kesembilan, menanamkan kesabaran. Kesepuluh, mengkaji sejarah Palestina.
Dengannya, semoga kita dicatat sebagai bagian dari at‐Thaifah al‐Mansurah yang ikut membebaskan Baitul Maqdis. Sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam,
لاَ تَزَالُ طَاِئفَةٌ مِنْ أُمَّتِيْ عَلَى الحَْقِّ ظَاهِرِيْنَ لِعَدُوِّهِمْ قَاهِرِيْنَ.لاَيَضُرُّهُمْ مَنْ خَالَفَهُمْ إِلا مَا أَصَابهَُمْ مِنَ اْلأَوَاءِ حَتَّى يَأْتِيَهُ مْ أَمْرُ اللهِ وَهُمْ ذَالِكَ.قَالُوْا : ياَ رَسُوْلَ اللهِ وَأَيْنَ هُمْ؟ قَالَ :بيَْتُ الْمُقَدَّسِ وَأَكْنَافِ بَيْتِ الْمُقَدَّسِ *** رَوَاهُ أَحمَْدُ
Jamaah Jumat rahimakumullah,
Pada hari ini, Israel dan Amerika kembali merebut Baitul Maqdis dari tangan kaum muslimin. Kita membutuhkan lahirnya kembali semangat Shalahuddin al‐Ayyubi. Selama 91 tahun Baitul Maqdis dijajah dan ia memilih bersabar dan terus berjihad hingga Allah memuliakannya dengan kemenangan. Ia tak pernah kehilangan harapan untuk merebutnya kembali. Umat Islam saat ini juga tidak sepatutnya patah semangat untuk merebut kembali al‐Quds.
Meski beberapa lama waktu yang berlalu, tekad harus tetap terpatri untuk mengembalikan setiap jengkal tanah kaum muslimin.
سْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ ي َ
ُ
أَقُوْلُ هَذَا القَوْلَ؛ وَأَسْتَغْفُرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الم غْفِرْ لَكُمْ
إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَحِيْمُ
Khutbah kedua
الحَْمْدُ لِلَّهِ حمَْداً كَثِيْراً طَيِّباً مُبَارَكاً فِيْهِ كَمَا يُحِبُّ رَبنَُّا وَيرَْضَى، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ؛ صَ لَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجمَْعِيْنَ . أَمَّا بعَْدُ
Orang‐orang yang beriman itu ibarat satu tubuh. Jika satu bagian sakit, yang lain ikut merasakan
sakit. Hadis riwayat Nukman bin Basyir radhiyallahu anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
Wassallam bersabda: “Perumpamaan orang‐orang mukmin dalam hal saling kasih, saling menyayang dan saling cinta adalah seperti sebuah tubuh, jika salah satu anggotanya merasa sakit, maka anggota‐anggota tubuh yang lain ikut merasakan sulit tidur dan demam.” (HR. Muslim)
Hal seperti itu juga yang seharusnya kita rasakan ketika mendengar berita tentang penyerangan yang menimpa umat Islam di Palestina. Hadis riwayat Abu Musa radhiyallahu anhu, dia berkata: Rasulullah Shallallhu ‘alaihi wassallam bersabda: “Seorang mukmin terhadap mukmin yang lain adalah seperti sebuah bangunan di mana bagiannya saling menguatkan bagian yang lain.” (HR. Muslim)
Kini bagian dari tubuh umat Islam sedang sakit. Saudara kita di Palestina tengah berjuang mengorbankan harta dan jiwa mereka demi mempertahankan tanah milik umat Islam. Kewajiban kita untuk membantu mereka.
Selain itu, keluarga memiliki peran besar dalam melahirkan generasi‐generasi tangguh yang siap
membela agamanya. Maka marilah kita didik anak‐anak kita untuk memahami Islam secara
sempurna dan memiliki kepekaan untuk peduli dan siap berjuang untuk agamanya.
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَآأَيهَُّا الَّذِينَ ءَامَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمً اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ
حمَِيْدٌ مَجِيْدٌ اَللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِ نَّكَ حمَِيْدٌ مَجِيْدٌ
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، رَبنََّا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لمَْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحمَ نَا لَنَكُونَنَّ مِنَ
لخَْاسِرِيْنَ
اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالمسْلِمِيْنَاُ اَللَّهُمَّ انْصُرْ مَنْ نَصَرَ دِيْنَكَ وَكِتَابَكَ وَسُنَّةَ نَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، اَللَّهُمَّ انْصُرْ إِخْوَانَنَا المستضعفيْنَ فِي كُلِّ مَكَانٍ، اَللَّهُمَّ انْصُرْهُمْ فِي أَرْضِ الشَامِ وَفِي كُلِّ مَكَانٍ، اَللَّهُمَّ كُنْ لَنَا وَلهَمُْ حَافِظاً وَمُعِيْنًا وَمُسَدِّداً وَمُؤَيِّدًا
رَبنََّا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ ال نَّارِ. اللهم إِنَّا نَسْأَلُكَ الهْدَُى وَالتُّقَى وَالْعَفَافَ وَالْغِنَى. اللهم إِنَّا نعَُوْذُ بِكَ مِنْ زَوَالِ نِعْمَتِكَ وَتَحَوُّلِ عَافِيَتِكَ وَفُجَاءَةِ نِقْمَتِكَ وَجمَِيْعِ سَخَطِكَ. وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الحَْمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. وصَلى الله عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ
loading...
0 komentar:
Post a Comment
Artikel ini belum lengkap tanpa komentar anda!
Silahkan berkomentar yang santun dan cerdas, tidak menghina, tidak memaki dan tidak menyebar kebencian. Terima kasih