ADIL adalah salah satu cabang dari induk akhlak mulia “MENGAKUI KEBENARAN, MENCINTAI DAN MENDAHULUKANNYA” selain dari shidq yang berarti kejujuran.
Definisi Adil
Adil adalah lawan dari zalim.
Adil adalah memberikan kepada setiap pemilik hak sesuai haknya tanpa ditambah dan dikurangi. (Al-Akhlaq Al-Islamiyyah wa Ususuha, Abdurrahman Hasan Habannakah, 1/622).
Adil juga didefinisikan sebagai:
Penggunaan berbagai hal pada tempatnya, sesuai waktunya, tepat cara dan peruntukannya dan sesuai takarannya, tidak lebih, tidak kurang, tidak didahulukan, dan tidak dibelakangkan. (Tahdzib Al-Akhlaq, karya yang dinisbatkan kepada Al-Jahizh, hlm 28).
Adil Merupakan Akhlaq Para Pemeluk dan Pencinta Kebenaran
Al-haq (kebenaran) amat terkait dengan hak-hak berbagai pihak. Hak seseorang misalnya, jika diakui secara sah di mata hukum atau diakui oleh hati nurani kemanusiaan, maka ia merupakan kebenaran yang sah untuk diperjuangkan. Oleh karena itu, para pencinta kebenaran - dengan cinta sejati mereka - pastilah merupakan para pejuang keadilan yang akan senantiasa memperjuangkan hak-hak yang sah milik siapapun. Mereka akan mendahulukan kebenaran berupa hak-hak itu siapapun pemiliknya, meskipun penegakan hak-hak tersebut bertentangan dengan kepentingan atau hawa nafsu mereka.
Sepanjang sejarah kita menemukan bahwa yang paling gigih dan berada di garis terdepan dalam menegakkan keadilan adalah para nabi alaihimussalam, para sahabat mereka, dan para ulama dan mujahidin yang siap berkorban demi membela hak-hak kaum tertindas yang hak mereka dirampas oleh para tiran yang zalim.
Tidak heran, karena Allah menyuruh mereka untuk selalu siap siaga menegakkan keadilan membela hak-hak pihak yang tertindas meskipun untuk itu mereka harus mengorbankan nyawa:
Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak yang semuanya berdoa: "Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini (Mekah) yang zalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi Engkau!". (QS. An-Nisa: 75).
Tidak heran juga, jika Allah ta’ala menyandingkan antara kekafiran yang merupakan pembangkangan terhadap ayat-ayatNya dengan perbuatan memusuhi para penegak keadilan bahkan membunuh para nabi yang merupakan orang-orang yang berada di garda terdepan dalam menegakkan keadilan:
Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi yang memang tak dibenarkan, dan membunuh orang-orang yang menyuruh manusia berbuat adil, maka gembirakanlah mereka bahwa mereka akan menerima siksa yg pedih. Mereka itu adalah orang-orang yang lenyap (pahala) amal-amalnya di dunia dan akhirat, dan mereka sekali-kali tidak memperoleh penolong. (QS. Ali Imran: 21-22).
Beberapa Istilah lain untuk Adil
Al-Qisth (القِسْطُ)
Adil di dalam Al-Qur’an diungkapkan juga dengan istilah lain yakni al-qisth, seperti dalam firman Allah ta’ala:
Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang menegakkan al-qisth (keadilan). Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Ali ‘Imran: 18).
Al-Imam Abu Ja’far Ath-Thabari rahimahullah menyebutkan dalam tafsirnya:
Dan al-qisth dialah al-‘adl (adil). (Jami’ Al-Bayan, Ath-Thabari, 2/270).
Ath-Thahir bin ‘Asyur rahimahullah menjelaskan asal kata al-qisth:
Dan al-qisth adalah al-‘adl (adil), disingkat dari (kata) “al-qusthas”. Al-Bukhari meriwayatkan dari Mujahid bahwa ia (Mujahid) berkata: Al-qusthas adalah adil dalam bahasa Romawi, kata ini ada dalam bahasa Romawi dan berasal dari bahasa Latin. Al-Qisth dan al-qisthas digunakan untuk mengungkapkan “al-mizan” (timbangan), karena ia merupakan alat keadilan. (At-Tahrir wa At-Tanwir, 3/187).
Perbedaan antara Al-’Adl (العدل) dengan Al-Qisth (القسط)
Hilal Al-‘Askari rahimahullah seorang ahli bahasa Arab mencoba menjelaskan perbedaan antara al-‘adl dengan al-qisth:
Perbedaan antara (kata) al-qisth dengan (kata) al-‘adl adalah bahwa (kata) al-qisth merupakan keadilan yang terang dan tampak jelas. Dari hal itu, dinamakanlah takaran dengan qisth, juga timbangan dinamakan qisth, karena ia menggambarkan untuk Anda keadilan dalam bentuk ukuran yang dapat Anda lihat dengan jelas. Sementara (kata) al-‘adl bisa jadi berupa keadilan yang tersembunyi (tidak tampak jelas). Oleh karena itu, kami katakan bahwa al-qisth adalah nashib (jatah/bagian) yang telah dijelaskan peruntukannya… (Mu’jam Al-Furuq Al-Lughawiyyah, Abu Hilal Al-‘Askari, hlm 428).
Al-Inshaf (الإنصاف)
Adil juga diungkapkan dengan kata al-inshaf, sebagaimana disebutkan dalam ungkapan ‘Ammar bin Yasir radhiyallau ‘anhu:
Tiga (sifat) siapa yang mengumpulkannya (pada dirinya) maka ia telah menghimpun keimanan: inshaf (adil) terhadap diri sendiri, memberi salam (perdamaian) kepada alam, dan berinfak (meskipun) dalam kesulitan. (HR. Al-Bukhari).
Yang dimaksud inshaf terhadap diri sendiri adalah mengakui kewajiban-kewajibannya atas semua pihak yang memiliki hak atasnya, sebagaimana ia menyadari hak-haknya atas mereka.
Perbedaan antara Al-‘Adl (العدل) dengan Al-Inshaf (الإنصاف)
Abu Hilal Al-‘Askari menyebutkan:
Perbedaan antara inshaf dengan ‘adl adalah bahwa inshaf itu memberikan setengah, sedangkan ‘adl itu bisa demikian bisa juga tidak.. Asal (kata) inshaf adalah anda memberinya setengah dari sesuatu dan Anda mengambil setengahnya (juga) tanpa penambahan atau pengurangan. (Mu’jam Al-Furuq Al-Lughawiyyah, hlm 80).
Dengan kata lain kata “inshaf” digunakan untuk pembagian sama rata antara dua pihak (masing-masing setengah) sedangkan kata “adl” digunakan untuk hal itu dan yang lain juga. Bahwa kata inshaf digunakan jika ada dua pihak atau dianggap dua pihak, seperti antara diri sendiri dan orang lain, antara hak dan kewajiban, dan sejenisnya.
Dari penjelasan di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa kata al-‘adl maknanya lebih umum, sedangkan kata al-qisth maupun al-inshaf adalah bagian dari pengertian kata al-‘adl dengan kandungan makna yang lebih spesifik. Wallahu a’lam.
Referensi Utama:
Al-Akhlaq Al-Islamiyyah wa Ususuha, Abdurrahman Hasan Habannakah.
Sumber tulisan: Ilmu Syariah Channel
Definisi Adil
Adil adalah lawan dari zalim.
العَدْلُ: إِعْطَاءُ كُلِّ ذِي حَقٍّ مَا يُعَادِلُ حَقَّهُ وَيُسَاوِيهِ دُونَ زِيَادَةٍ وَلَا نُقْصَانٍ
Adil juga didefinisikan sebagai:
اِسْتِعْمَالُ الأُمُورِ فِي مَوَاضِعِهَا وَأَوْقَاتِهَا وَوُجُوهِهَا وَمَقَادِيرِهَا، مِنْ غَيْرِ سَرَفٍ وَلَا تَقْصِيرٍ، وَلَا تَقْدِيمٍ وَلَا تَأْخِيرٍ (تهذيب الأخلاق المنسوب للجاحظ صـ 28)
Adil Merupakan Akhlaq Para Pemeluk dan Pencinta Kebenaran
Al-haq (kebenaran) amat terkait dengan hak-hak berbagai pihak. Hak seseorang misalnya, jika diakui secara sah di mata hukum atau diakui oleh hati nurani kemanusiaan, maka ia merupakan kebenaran yang sah untuk diperjuangkan. Oleh karena itu, para pencinta kebenaran - dengan cinta sejati mereka - pastilah merupakan para pejuang keadilan yang akan senantiasa memperjuangkan hak-hak yang sah milik siapapun. Mereka akan mendahulukan kebenaran berupa hak-hak itu siapapun pemiliknya, meskipun penegakan hak-hak tersebut bertentangan dengan kepentingan atau hawa nafsu mereka.
Sepanjang sejarah kita menemukan bahwa yang paling gigih dan berada di garis terdepan dalam menegakkan keadilan adalah para nabi alaihimussalam, para sahabat mereka, dan para ulama dan mujahidin yang siap berkorban demi membela hak-hak kaum tertindas yang hak mereka dirampas oleh para tiran yang zalim.
Tidak heran, karena Allah menyuruh mereka untuk selalu siap siaga menegakkan keadilan membela hak-hak pihak yang tertindas meskipun untuk itu mereka harus mengorbankan nyawa:
وَمَا لَكُمْ لَا تُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالْمُسْتَضْعَفِينَ مِنَ الرِّجَالِ وَالنِّسَاءِ وَالْوِلْدَانِ الَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا أَخْرِجْنَا مِنْ هَذِهِ الْقَرْيَةِ الظَّالِمِ أَهْلُهَا وَاجْعَلْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ وَلِيًّا وَاجْعَلْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ نَصِيرًا (75)
Tidak heran juga, jika Allah ta’ala menyandingkan antara kekafiran yang merupakan pembangkangan terhadap ayat-ayatNya dengan perbuatan memusuhi para penegak keadilan bahkan membunuh para nabi yang merupakan orang-orang yang berada di garda terdepan dalam menegakkan keadilan:
إِنَّ الَّذِينَ يَكْفُرُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ وَيَقْتُلُونَ النَّبِيِّينَ بِغَيْرِ حَقٍّ وَيَقْتُلُونَ الَّذِينَ يَأْمُرُونَ بِالْقِسْطِ مِنَ النَّاسِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ (21) أُولَئِكَ الَّذِينَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَمَا لَهُمْ مِنْ نَاصِرِينَ (22)
Beberapa Istilah lain untuk Adil
Al-Qisth (القِسْطُ)
Adil di dalam Al-Qur’an diungkapkan juga dengan istilah lain yakni al-qisth, seperti dalam firman Allah ta’ala:
شَهِدَ اللَّهُ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ وَالْمَلَائِكَةُ وَأُولُو الْعِلْمِ قَائِمًا بِالْقِسْطِ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ (18)
Al-Imam Abu Ja’far Ath-Thabari rahimahullah menyebutkan dalam tafsirnya:
وَالْقِسْطُ هُوَ العَدْلُ
Ath-Thahir bin ‘Asyur rahimahullah menjelaskan asal kata al-qisth:
وَالْقِسْطُ: الْعَدْلُ وَهُوَ مُخْتَصَرٌ مِنَ الْقُسْطَاسِ- بِضَمِّ الْقَافِ- رَوَى الْبُخَارِيُّ عَنْ مُجَاهِدٍ أَنَّهُ قَالَ: الْقُسْطَاسُ: الْعَدْلُ بِالرُّومِيَّةِ وَهَذِهِ الْكَلِمَةُ ثَابِتَةٌ فِي اللُّغَاتِ الرُّومِيَّةِ وَهِيَ مِنَ اللَّاطِينِيَّةِ، وَيُطْلَقُ الْقِسْطُ وَالْقِسْطَاسُ عَلَى الْمِيزَانِ، لِأَنَّهُ آلَةٌ لِلْعَدْلِ.
Perbedaan antara Al-’Adl (العدل) dengan Al-Qisth (القسط)
Hilal Al-‘Askari rahimahullah seorang ahli bahasa Arab mencoba menjelaskan perbedaan antara al-‘adl dengan al-qisth:
الفَرْقُ بَيْنَ القِسْطِ وَالعَدْلِ: أَنَّ القِسْطَ هُوَ العَدْلُ البَيِّنُ الظَّاهِرُ، وَمِنْهُ سُمِّيَ المِكْيَالَ قِسْطًا وَالمِيْزَانَ قِسْطًا لِأَنَّهُ يُصَوِّرُ لَكَ العَدْلَ فِي الوَزْنِ حَتَّى تَرَاهُ ظَاهِرًا، وَقَدْ يَكُونُ مِنَ العَدْلِ مَا يَخْفَى. وَلِهَذَا قُلْنَا إِنَّ القِسْطَ هُوَ النَّصِيبُ الَّذِي بُيِّنَتْ وُجُوهُهُ ...
Al-Inshaf (الإنصاف)
Adil juga diungkapkan dengan kata al-inshaf, sebagaimana disebutkan dalam ungkapan ‘Ammar bin Yasir radhiyallau ‘anhu:
ثَلَاثٌ مَنْ جَمَعَهُنَّ فَقَدْ جَمَعَ الْإِيمَانَ : الْإِنْصَافُ مِنْ نَفْسِكَ، وَبَذْلُ السَّلَامِ لِلْعَالَمِ، وَالْإِنْفَاقُ مِنَ الْإِقْتَارِ. (رواه البخاري)
Yang dimaksud inshaf terhadap diri sendiri adalah mengakui kewajiban-kewajibannya atas semua pihak yang memiliki hak atasnya, sebagaimana ia menyadari hak-haknya atas mereka.
Perbedaan antara Al-‘Adl (العدل) dengan Al-Inshaf (الإنصاف)
Abu Hilal Al-‘Askari menyebutkan:
اَلْفَرْقُ بَيْنَ الإِنْصَافِ وَالعَدْلِ: أَنَّ الإِنْصَافَ إِعْطَاءُ النِّصْفِ، وَالعَدْلُ يَكُونُ فِي ذَلِكَ وَفِي غَيْرِهِ .. وَأَصْلُ الإِنْصَافِ أَنْ تُعْطِيَهُ نِصْفَ الشَّيْئِ وَتَأْخُذَ نِصْفَهُ مِنْ غَيْرِ زِيَادَةٍ وَلَا نُقْصَانٍ.
Dengan kata lain kata “inshaf” digunakan untuk pembagian sama rata antara dua pihak (masing-masing setengah) sedangkan kata “adl” digunakan untuk hal itu dan yang lain juga. Bahwa kata inshaf digunakan jika ada dua pihak atau dianggap dua pihak, seperti antara diri sendiri dan orang lain, antara hak dan kewajiban, dan sejenisnya.
Dari penjelasan di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa kata al-‘adl maknanya lebih umum, sedangkan kata al-qisth maupun al-inshaf adalah bagian dari pengertian kata al-‘adl dengan kandungan makna yang lebih spesifik. Wallahu a’lam.
Al-Akhlaq Al-Islamiyyah wa Ususuha, Abdurrahman Hasan Habannakah.
Sumber tulisan: Ilmu Syariah Channel
loading...
0 komentar:
Post a Comment
Artikel ini belum lengkap tanpa komentar anda!
Silahkan berkomentar yang santun dan cerdas, tidak menghina, tidak memaki dan tidak menyebar kebencian. Terima kasih