Sering kali kita mendengar para penceramah dan ustads mengatakan bahwa tidurnya orang berpuasa itu adalah ibadah. Lantas kita berfikir, bagaimana mungkin orang tidur bisa dianggap beribadah?
Bagaimana memahami hal ini sebenarnya?
Memang terdapat sebuah riwayat yang mengatakan
“Tidurnya orang yang berpuasa adalah ibadah. Diamnya adalah tasbih. Do’anya mustajab. Pahala amalannya pun akan dilipatgandakan.” [Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam Syua'b al-Iman dari riwayat Abdullah bin Abi Aufa]
Akan tetapi riwayat tersebut lemah, bahkan sebagian ulama menilainya palsu sehingga tidak bisa dijadikan hujjah.
Namun apakah makna yang terkandung dalam riwayat diatas sepenuhnya salah..?
Meskipun kita sepakat bahwa riwayat diatas lemah dari sisi penisbatannya kepada nabi shallallahu alaihi wasallam, namun maknanya dapat dibawa pada makna yang sohih. Sebab kaidah yang masyhur dikalangan ulama mengatakan,
Kesimpulan ini didasarkan pada kaidah, " الامور بمقاصدها " segala sesuatu dikembalikan kepada tujuannya." sebagimana sabda nabi shallallahu alaihi wasallam, " انما الاعمال بالنيات "Setiap amalan tergantung niatnya".
Jika seseorang tidur dengan niat agar kuat menjalankan sholat teraweh dan qiyamullail, maka tidurnya dianggap ibadah.
Tapi jika niat tidurnya hanya untuk menuruti hawa nafsunya atau bermalas-malasan sehingga seluruh waktunya dihabiskan untuk tidur, maka tidur seperti ini tidak dianggap ibadah, bahkan tercela.
Kesimpulannya: wasilah mengikuti hukum maqoshid (maksud atau tujuan dari sesuatu). Selama wasilah tersebut mubah.
Wallahu a'lam
Bagaimana memahami hal ini sebenarnya?
Memang terdapat sebuah riwayat yang mengatakan
نوم الصائم عبادة وصمته تسبيح ودعاؤه مستجاب وعمله مضاعف
“Tidurnya orang yang berpuasa adalah ibadah. Diamnya adalah tasbih. Do’anya mustajab. Pahala amalannya pun akan dilipatgandakan.” [Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam Syua'b al-Iman dari riwayat Abdullah bin Abi Aufa]
Akan tetapi riwayat tersebut lemah, bahkan sebagian ulama menilainya palsu sehingga tidak bisa dijadikan hujjah.
Namun apakah makna yang terkandung dalam riwayat diatas sepenuhnya salah..?
Meskipun kita sepakat bahwa riwayat diatas lemah dari sisi penisbatannya kepada nabi shallallahu alaihi wasallam, namun maknanya dapat dibawa pada makna yang sohih. Sebab kaidah yang masyhur dikalangan ulama mengatakan,
"Setiap perbuatan mubah bisa diberi ganjaran pahala atau bernilai ibadah apabila diniatkan untuk melakukan ibadah.Jadi apabila seseorang tidur dengan niat agar kuat menjalankan ibadah, maka tidurnya juga dianggap ibadah.
Imam ABu Zakaria An-Nawawi berkata;
“Sesungguhnya segala perbuatan mubah, apabila dilakukan dalam rangka mengharapkan wajah Allah Ta’ala, maka dia akan berubah menjadi suatu ketaatan dan pelakunya diberi ganjaran pahala kebajikan.”
Kesimpulan ini didasarkan pada kaidah, " الامور بمقاصدها " segala sesuatu dikembalikan kepada tujuannya." sebagimana sabda nabi shallallahu alaihi wasallam, " انما الاعمال بالنيات "Setiap amalan tergantung niatnya".
Jika seseorang tidur dengan niat agar kuat menjalankan sholat teraweh dan qiyamullail, maka tidurnya dianggap ibadah.
Tapi jika niat tidurnya hanya untuk menuruti hawa nafsunya atau bermalas-malasan sehingga seluruh waktunya dihabiskan untuk tidur, maka tidur seperti ini tidak dianggap ibadah, bahkan tercela.
Kesimpulannya: wasilah mengikuti hukum maqoshid (maksud atau tujuan dari sesuatu). Selama wasilah tersebut mubah.
Wallahu a'lam
loading...
0 komentar:
Post a Comment
Artikel ini belum lengkap tanpa komentar anda!
Silahkan berkomentar yang santun dan cerdas, tidak menghina, tidak memaki dan tidak menyebar kebencian. Terima kasih