Tulisan hebat ini dikutip dari postingan facebook Afi Nihaya Faradisa, sungguh sangat inspiratif dan penuh makna... Admin share di sini, mudah-mudahan dibaca lebih banyak orang agar manfaatnya lebih tersebar.
Selamat membaca...
"Apa cita-cita Afi dalam hidup ini?", adalah sebuah pertanyaan yang diajukan seorang wartawan pada suatu malam.
"Cita-cita saya adalah ingin bahagia."
"Itu terlalu abstrak, Fi. Yang ril bagaimana?"
"Tidak, jawaban itu tidak abstrak bagi saya, Pak."
.
Semua kegiatan manusia hanyalah bermuara pada pencarian RASA. Jika ditelusuri sampai akar terdalam, uang adalah alat yang kita genggam untuk 'mengeruk' rasa aman dan nyaman.
Kita mengejar pendidikan untuk memberi rasa puas pada hati dan pikiran akan pengetahuan.
Menikah untuk mencari rasa bahagia yang mungkin tidak bisa kita dapatkan dengan cara lainnya.
Kita minum obat untuk menyingkirkan rasa sakit dan mengembalikan kesehatan.
Kita mengidamkan kelegaan dari sebuah tangisan.
Bahkan, masuk surga pun adalah keinginan terdalam kita untuk mendapatkan RASA bahagia. Di dalam sana, yang konon semua hal sudah tersedia sebelum diminta, ada jaminan akan kebahagiaan tanpa akhir.
Lagi-lagi hanya RASA, karena memang segala hal ujung-ujungnya bermuara ke sana.
.
Masalahnya, kita semua terlena pada 'bungkus' semata. Kita berpikir bahwa kebahagiaan hanya berbungkuskan uang dan kedudukan.
Kenyataannya? Tunggu dulu.
.
Semesta mengijinkanku untuk merasakan beberapa hal yang kupikir akan meningkatkan kebahagiaan secara signifikan.
Aku dulu berpikir aku akan sangat bahagia jika punya laptop. Setelah punya laptop aku memang bahagia, namun perasaan itu hanya bersarang sebentar saja. Setelahnya kembali pada 'keadaan perasaan' semula.
Aku dulu ingin gadget ini dan itu. Ternyata, setelah beberapa waktu semesta benar-benar menghadirkannya di genggamanku. Namun, apakah aku benar-benar berbahagia seperti yang kukira sebelumnya?
Jawabannya mungkin mengejutkanmu: tidak.
.
Itulah yang kusebut dengan koefisien kebahagiaan. Saat kita menerima ataupun mengalami hal baru, kebahagiaan mungkin bertahan beberapa lama, tapi kemudian perasaan batin kita akan kembali pada level semula. Netral.
Lalu, kemudian kita melakukan pencarian lagi dengan dosis yang lebih tinggi.
Bila dulu kita bisa terpuaskan dengan uang sejuta, sekarang kita butuh sepuluh juta untuk mendapatkan kadar kepuasan yang sama.
Aku bahagia dengan uang saku tujuh ribu pemberian orang tua sampai aku mendengar temanku diberi lima belas ribu tiap harinya.
.
Guru Gede Prama mengatakan bahwa penderitaan dimulai saat kita merendahkan yang kita miliki dan meninggikan yang tidak kita miliki.
.
Perhatikan, kita sering berkata bahwa Tuhan Maha Adil, tapi seberapa banyak pemahaman itu mempengaruhi kehidupan nyata kita?
Seorang sopir telah merasa begitu bahagia hanya dengan mengajak keluarganya makan di McDonald's. Sedangkan, seorang bos perusahaan baru bisa mendapatkan kebahagiaan dengan kadar yang sama saat liburan ke luar negeri.
.
Kita juga perlu membedakan kebahagiaan (happiness) dan kesenangan (pleasure).
Pleasure adalah sensasi ketika berhasil mencapai keinginan.
Kebahagiaan adalah tingkat kesadaran/pemahaman bahwa BUNGKUS berbeda dengan ISI.
.
Berapa banyak orang yang jatuh begitu 'rendah' hanya karena uang?
Berapa banyak siswa yang mengorbankan integritas dan pekerti hanya karena selembar raport yang begitu mudah diubah?
Kita telah terbuai oleh bungkus sehingga lupa YANG SEBENARNYA KITA CARI ITU APA; bungkus atau isinya?
Benda atau rasa yang dibawa?
.
Uang bisa membeli buku, tapi bukan ilmu.
Uang bisa membeli kasur, tapi bukan tidur.
Uang bisa membeli obat-obatan, tapi bukan kesehatan.
Uang bisa membeli makanan, tapi bukan rasa kenyang.
Uang bisa membeli jabatan, tapi bukan kehormatan.
Uang bisa membeli teman dan pasangan, tapi bukan kasih sayang.
Selamat membaca...
"Apa cita-cita Afi dalam hidup ini?", adalah sebuah pertanyaan yang diajukan seorang wartawan pada suatu malam.
"Cita-cita saya adalah ingin bahagia."
"Itu terlalu abstrak, Fi. Yang ril bagaimana?"
"Tidak, jawaban itu tidak abstrak bagi saya, Pak."
.
Semua kegiatan manusia hanyalah bermuara pada pencarian RASA. Jika ditelusuri sampai akar terdalam, uang adalah alat yang kita genggam untuk 'mengeruk' rasa aman dan nyaman.
Kita mengejar pendidikan untuk memberi rasa puas pada hati dan pikiran akan pengetahuan.
Menikah untuk mencari rasa bahagia yang mungkin tidak bisa kita dapatkan dengan cara lainnya.
Kita minum obat untuk menyingkirkan rasa sakit dan mengembalikan kesehatan.
Kita mengidamkan kelegaan dari sebuah tangisan.
Bahkan, masuk surga pun adalah keinginan terdalam kita untuk mendapatkan RASA bahagia. Di dalam sana, yang konon semua hal sudah tersedia sebelum diminta, ada jaminan akan kebahagiaan tanpa akhir.
Lagi-lagi hanya RASA, karena memang segala hal ujung-ujungnya bermuara ke sana.
.
Masalahnya, kita semua terlena pada 'bungkus' semata. Kita berpikir bahwa kebahagiaan hanya berbungkuskan uang dan kedudukan.
Kenyataannya? Tunggu dulu.
.
Semesta mengijinkanku untuk merasakan beberapa hal yang kupikir akan meningkatkan kebahagiaan secara signifikan.
Aku dulu berpikir aku akan sangat bahagia jika punya laptop. Setelah punya laptop aku memang bahagia, namun perasaan itu hanya bersarang sebentar saja. Setelahnya kembali pada 'keadaan perasaan' semula.
Aku dulu ingin gadget ini dan itu. Ternyata, setelah beberapa waktu semesta benar-benar menghadirkannya di genggamanku. Namun, apakah aku benar-benar berbahagia seperti yang kukira sebelumnya?
Jawabannya mungkin mengejutkanmu: tidak.
.
Itulah yang kusebut dengan koefisien kebahagiaan. Saat kita menerima ataupun mengalami hal baru, kebahagiaan mungkin bertahan beberapa lama, tapi kemudian perasaan batin kita akan kembali pada level semula. Netral.
Lalu, kemudian kita melakukan pencarian lagi dengan dosis yang lebih tinggi.
Bila dulu kita bisa terpuaskan dengan uang sejuta, sekarang kita butuh sepuluh juta untuk mendapatkan kadar kepuasan yang sama.
Aku bahagia dengan uang saku tujuh ribu pemberian orang tua sampai aku mendengar temanku diberi lima belas ribu tiap harinya.
.
Guru Gede Prama mengatakan bahwa penderitaan dimulai saat kita merendahkan yang kita miliki dan meninggikan yang tidak kita miliki.
.
Perhatikan, kita sering berkata bahwa Tuhan Maha Adil, tapi seberapa banyak pemahaman itu mempengaruhi kehidupan nyata kita?
Seorang sopir telah merasa begitu bahagia hanya dengan mengajak keluarganya makan di McDonald's. Sedangkan, seorang bos perusahaan baru bisa mendapatkan kebahagiaan dengan kadar yang sama saat liburan ke luar negeri.
.
Kita juga perlu membedakan kebahagiaan (happiness) dan kesenangan (pleasure).
Pleasure adalah sensasi ketika berhasil mencapai keinginan.
Kebahagiaan adalah tingkat kesadaran/pemahaman bahwa BUNGKUS berbeda dengan ISI.
.
Berapa banyak orang yang jatuh begitu 'rendah' hanya karena uang?
Berapa banyak siswa yang mengorbankan integritas dan pekerti hanya karena selembar raport yang begitu mudah diubah?
Kita telah terbuai oleh bungkus sehingga lupa YANG SEBENARNYA KITA CARI ITU APA; bungkus atau isinya?
Benda atau rasa yang dibawa?
.
Uang bisa membeli buku, tapi bukan ilmu.
Uang bisa membeli kasur, tapi bukan tidur.
Uang bisa membeli obat-obatan, tapi bukan kesehatan.
Uang bisa membeli makanan, tapi bukan rasa kenyang.
Uang bisa membeli jabatan, tapi bukan kehormatan.
Uang bisa membeli teman dan pasangan, tapi bukan kasih sayang.
loading...
0 komentar:
Post a Comment
Artikel ini belum lengkap tanpa komentar anda!
Silahkan berkomentar yang santun dan cerdas, tidak menghina, tidak memaki dan tidak menyebar kebencian. Terima kasih