Dalam sabda Rasulullah Saw yang diriwayatkan oleh Abu Daud, al-Turmudzi, Ahmad, dan lain-lain, disebutkan bahwa para ulama merupakan pewaris para Nabi, yang mana para Nabi tersebut tidak mewariskan harta dan kekayaan, akan tetapi mereka mewariskan ilmu yang kemudian diwarisi oleh para ulama sesudah mereka dari masa ke masa.
Karena itu, sudah sepatutnya jika menghormati ulama dan memuliakan mereka adalah suatu kewajiban, sebab hal tersebut merupakan pengejawantahan perintah Allah SWT.
Syaikh Ibnu Utsaimin mengatakan bahwa menghina para ulama merupakan suatu dosa yang mendatangkan kemudharatan yang besar. Beliau berkata:
"Menghina/mencaci ulama dosanya sangat berat, sebab mencaci orang alim tidak hanya mendatangkan kemudharatan pada orang alim tersebut, tapi juga terhadap ilmu yang diembannya. Sebab, ketika seorang alim dicaci orang seseorang, maka turunlah kedudukan orang tersebut dalam pandangan manusia, dan apabila kedudukannya sudah turun, mereka tak mau lagi mendengar nasihatnya, dan hal itu merupakan suatu kemudaratan terhadap syariat yang menjadi tugasnya. Memang, mencaci itu adalah sesuatu yang haram, baik terhadap orang alim maupun orang biasa.
Rasulullah Saw bersabda:
“Sesungguhnya termasuk pengagungan kepada Allah adalah memuliakan orang yang sudah beruban lagi muslim, memuliakan ahli Qur’an dengan tidak berlebihan dan tidak menyepelekannya, dan memuliakan para pemimpin yang berbuat adil.” (Diriwayatkan oleh Abu Daud, dan diHasankan
oleh al-Albany)
Nabi Saw mengancam orang yang tidak mengenal hak ulama dengan sabdanya:
"Bukanlah bagian dari kami orang yang tidak memuliakan orang yang tua di antara kalian, tidak menyayangi anak kecil di antara kami, dan tidak mengetahui hak orang alim (ulama) di antara kamu."
(Diriwayatkan oleh al-Hakim dalam al-Mustadrak, dan di-Hasankan oleh al-Albany)
Dalam hadits Qudsi yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam shahihnya bahwa Allah SWT berfirman:
"Barangsiapa yang menyerang (berbuat zhalim) kepada waliku, maka Aku mengizinkannya diperangi."
Para ulama yang beramal (al-Ulama al-'Amilun) adalah sosok yang pertama masuk dalam hadits ini.
Dengan ini jelaslah, kewajiban kita kepada para ulama adalah mencintai mereka, menyayangi mereka, menghormati mereka tanpa berlebih-lebihan dan tidak juga meremehkan. Tidak diragui, menghina para ulama dan meremehkan mereka, begitu juga dengan menghina dan meremehkan orang-orang yang baik, merupakan salah tanda orang-orang kafir dan salah satu sifat orang-orang munafik, sebagaimana disebutkan dalam berbagai ayat al-Quran al-Karim. Allah SWT berfirman:
َ
"Kehidupan dunia dijadikan indah dalam pandangan orang-orang kafir, dan mereka memandang hina orang-orang yang beriman. Padahal orangorang yang bertakwa itu lebih mulia daripada mereka di hari kiamat. Dan Allah memberi rezeki kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya tanpa batas." (Surat al-Baqarah: 212)
Firman Allah SWT tentang kaum munafikin:َ
"Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan: "Kami telah beriman". Dan bila mereka kembali kepada syaitan-syaitan mereka, mereka mengatakan: "Sesungguhnya kami sependirian dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok." (Surat al-Baqarah:
14)
Dan banyak lagi ayat lainnya yang semisal dengan ini. Para musuh Islam dari kalangan oerang kafir, kemudian juga ekor-ekor mereka dari kalangan munafikin di zaman ini yang berusaha menjelek-jelekkan nama baik para ulama dan merendahkan kedudukan mereka di mata umat Islam.
Dengan begitu, kita bisa mengatakan bahwa menghina, merendahkan, dan memperolok-olok ulama dan orang-orang yang shalih itu ada dua jenis:
Pertama, Menghina pribadi mereka, misalnya orang yang menghina bentuknya atau gayanya. Dan ini diharamkan, sebagaimana firman-Nya:ُ
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim." (Surat al-Hujarat: 11)
Nabi Saw bersabda:
"Sombong itu adalah mencampakkan kebenaran dan merendahkan orang lain." (Diriwayatkan oleh Muslim)
Kedua, Memperolok-olok para ulama dengan ilmu agama yang mereka bawa dan ajarkan. Ini adalah sebuah kekufuran. Dan kita berlindung kepada ALla SWT dari hal ini. Sebab, ini sama saja memperolok-olok agama Allah SWT. Ini sama juga hukumnya dengan memperolok-olok orang shaleh karena ke-Istiqamahannya dalam beragama.
Dalilnya adalah Allah SWT yang menempatkan olok-olok terhadap kaum mukminin, sama dengan dengan olok-olok terhadap-Nya, ayat-Nya, dan Rasul-Nya, sebagaimana dijelaskan dalam al-Quran al-Karim:
"Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan manjawab, "Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja". Katakanlah: "Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolokolok?" (Surat al-Taubah: 65)
Allah Swt juga berfirman:
"Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami memaafkan segolongan kamu (lantaran mereka taubat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa." (Surat al-Taubah: 66)
Sebab turunnya ayat ini, sebagaimaa diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar radhiyallahu anhuma berkata:
Ada yang berkata ketika perang Tabuk di sebuah majelis: "Kami tidak mendapati seperti para pembaca al-Quran kita itu. Mereka perutnya lebih besar, lisannya lebih dusta, dan lebih pengecut berhadapan dengan musuh."
Salah seorang yang berada dalam majelis itu mengatakan:
"Anda dusta. Anda adalah orang munafik. Saya akan memberitahukannya kepada Rasulullah Saw."
Hal itu disampaikan kepada Nabi Saw, kemudian turunlah ayat ini. (Diriwayatkan oleh al-Thabari dalam tafsirnya, kemudian disebutkan oleh Muqbil al-Wadii dalam al-Shahih al-Musnid min Asbab al-Nuzul)
Al-Allamah Ibn Nujaim berkata dalam kitabnya al-Asybah wa al-Nazhair:
"Memperolok-olok ilmu dan ulama adalah kekufuran."
Karena itu, sudah sepatutnya jika menghormati ulama dan memuliakan mereka adalah suatu kewajiban, sebab hal tersebut merupakan pengejawantahan perintah Allah SWT.
Syaikh Ibnu Utsaimin mengatakan bahwa menghina para ulama merupakan suatu dosa yang mendatangkan kemudharatan yang besar. Beliau berkata:
سب العلماء أشد إثما؛ لأن سب العالم لا يكون الضرر فيه على شخص العالم، بل عليه وعلى ما يحمله من العلم؛ لأن العالم إذا سبه أحد نزل قدره في أعين الناس، وإذا نزل قدره في أعين الناس لم يتقبلوا منه، فيكون في ذلك ضرر على الشريعة التي يحملها، مع أن السب حرام سواء من العالم أو من العامي
Rasulullah Saw bersabda:
“Sesungguhnya termasuk pengagungan kepada Allah adalah memuliakan orang yang sudah beruban lagi muslim, memuliakan ahli Qur’an dengan tidak berlebihan dan tidak menyepelekannya, dan memuliakan para pemimpin yang berbuat adil.” (Diriwayatkan oleh Abu Daud, dan diHasankan
oleh al-Albany)
Nabi Saw mengancam orang yang tidak mengenal hak ulama dengan sabdanya:
"Bukanlah bagian dari kami orang yang tidak memuliakan orang yang tua di antara kalian, tidak menyayangi anak kecil di antara kami, dan tidak mengetahui hak orang alim (ulama) di antara kamu."
(Diriwayatkan oleh al-Hakim dalam al-Mustadrak, dan di-Hasankan oleh al-Albany)
Dalam hadits Qudsi yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam shahihnya bahwa Allah SWT berfirman:
"Barangsiapa yang menyerang (berbuat zhalim) kepada waliku, maka Aku mengizinkannya diperangi."
Para ulama yang beramal (al-Ulama al-'Amilun) adalah sosok yang pertama masuk dalam hadits ini.
Dengan ini jelaslah, kewajiban kita kepada para ulama adalah mencintai mereka, menyayangi mereka, menghormati mereka tanpa berlebih-lebihan dan tidak juga meremehkan. Tidak diragui, menghina para ulama dan meremehkan mereka, begitu juga dengan menghina dan meremehkan orang-orang yang baik, merupakan salah tanda orang-orang kafir dan salah satu sifat orang-orang munafik, sebagaimana disebutkan dalam berbagai ayat al-Quran al-Karim. Allah SWT berfirman:
َ
"Kehidupan dunia dijadikan indah dalam pandangan orang-orang kafir, dan mereka memandang hina orang-orang yang beriman. Padahal orangorang yang bertakwa itu lebih mulia daripada mereka di hari kiamat. Dan Allah memberi rezeki kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya tanpa batas." (Surat al-Baqarah: 212)
Firman Allah SWT tentang kaum munafikin:َ
وَإِذَا لَقُوا الَّذِينَ آمَنُوا قَالُوا آمَنَّا وَإِذَا خَلَوْا إِلَى شَيَاطِينِهِمْ قَالُوا إِنَّا مَعَكُمْ إِنَّمَا نَحْنُ مُسْتَهْزِئُونَ
14)
Dan banyak lagi ayat lainnya yang semisal dengan ini. Para musuh Islam dari kalangan oerang kafir, kemudian juga ekor-ekor mereka dari kalangan munafikin di zaman ini yang berusaha menjelek-jelekkan nama baik para ulama dan merendahkan kedudukan mereka di mata umat Islam.
Dengan begitu, kita bisa mengatakan bahwa menghina, merendahkan, dan memperolok-olok ulama dan orang-orang yang shalih itu ada dua jenis:
Pertama, Menghina pribadi mereka, misalnya orang yang menghina bentuknya atau gayanya. Dan ini diharamkan, sebagaimana firman-Nya:ُ
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ وَلَا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
Nabi Saw bersabda:
"Sombong itu adalah mencampakkan kebenaran dan merendahkan orang lain." (Diriwayatkan oleh Muslim)
Kedua, Memperolok-olok para ulama dengan ilmu agama yang mereka bawa dan ajarkan. Ini adalah sebuah kekufuran. Dan kita berlindung kepada ALla SWT dari hal ini. Sebab, ini sama saja memperolok-olok agama Allah SWT. Ini sama juga hukumnya dengan memperolok-olok orang shaleh karena ke-Istiqamahannya dalam beragama.
Dalilnya adalah Allah SWT yang menempatkan olok-olok terhadap kaum mukminin, sama dengan dengan olok-olok terhadap-Nya, ayat-Nya, dan Rasul-Nya, sebagaimana dijelaskan dalam al-Quran al-Karim:
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ
Allah Swt juga berfirman:
"Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami memaafkan segolongan kamu (lantaran mereka taubat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa." (Surat al-Taubah: 66)
Sebab turunnya ayat ini, sebagaimaa diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar radhiyallahu anhuma berkata:
Ada yang berkata ketika perang Tabuk di sebuah majelis: "Kami tidak mendapati seperti para pembaca al-Quran kita itu. Mereka perutnya lebih besar, lisannya lebih dusta, dan lebih pengecut berhadapan dengan musuh."
Salah seorang yang berada dalam majelis itu mengatakan:
"Anda dusta. Anda adalah orang munafik. Saya akan memberitahukannya kepada Rasulullah Saw."
Hal itu disampaikan kepada Nabi Saw, kemudian turunlah ayat ini. (Diriwayatkan oleh al-Thabari dalam tafsirnya, kemudian disebutkan oleh Muqbil al-Wadii dalam al-Shahih al-Musnid min Asbab al-Nuzul)
Al-Allamah Ibn Nujaim berkata dalam kitabnya al-Asybah wa al-Nazhair:
"Memperolok-olok ilmu dan ulama adalah kekufuran."
loading...
0 komentar:
Post a Comment
Artikel ini belum lengkap tanpa komentar anda!
Silahkan berkomentar yang santun dan cerdas, tidak menghina, tidak memaki dan tidak menyebar kebencian. Terima kasih