Bukan kata yang asing lagi bagi semua kita: "DEMOKRASI". Dalam pelajaran IPS, guru-guru mengajarkan kita bahwa demokrasi itu berasal dari kata Demos dan Kratos yang berarti kekuasaan Rakyat.
Secara singkat, demokrasi diartiken sebagai suatu sistem pemerintahan yang diselenggarakan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Demikiranlah uraian yang paling sering ditulis sewaktu menghadapi soal essay mengenai demokrasi, jawaban ini berasal dari ucapan seorang Abraham Lincoln.
Secara teori memang terdengar indah, semua pakar yang menyebut definisi demokrasi pasti menyebutkan demokrasi itu untuk melindungi hak rakyat, untuk mensejahterahkan rakyat, dsb.
Pantas banyak masyarakat yang terbuai dengan harapan itu. Tapi, berapa banyak teori yang selaras dengan kenyataan?
Oke, sebelum membahas lebih jauh, perlu diketahui batasan tulisan ini hanya pada pemerintahan demokrasi, yang berarti sistem negara secara keseluruhan, bukan pada demokrasi yang bersifat sosial kemasyarakatan atau forum, karena kita tahu musyawarah (yang kalau dalam agama Islam salah satu jenis pengambilan keputusan) juga bisa disebut demokrasi jika definisinya dijabarkan lebih luas.
Tapi sekali lagi, kita bukan membahas itu, kita membahas demokrasi dalam ranah sistem pemerintahan suatu negara yang umumnya diwarnai dengan aktivitas Pemilihan Umum (Pemilu), seperti yang terjadi di negara ini.
Sekarang kita ambil contoh sampel 3 negara, yaitu Irak, Suriah, dan Afghanistan. Mungkin mendengar 3 nama negara itu, anda langsung berpikir,
"Lho apa hubungannya 3 negara itu dengan demokrasi? Negara rawan konflik dan penuh kehancuran itukan negara Islam?". Kalau anda berpikir seperti itu, bahwa 3 negara yang disebutkan adalah negara Islam, itu berarti selama ini anda sudah kecele dan tertipu .
Perlu diketahui bahwa negara-negara itu bukanlah negara Islam, sama seperti Indonesia, mayoritas masyarakatnya mungkin Muslim, tapi sebenarnya sistem pemerintahan yang dianut ke-3 negara tersebut sampai saat ini adalah demokrasi.
Jika tidak percaya, dipersilahkan jalan-jalan ke Wikipedia:
Irak, Suriah, dan Afghanistan menganut sistem pemerintahan republik dan presidensial yang notabene rakyatnya mengadakan aktivitas Partai dan Pemilu tiap beberapa periode sebagai bagian dari demokrasi, sama seperti Indonesia. Hal ini tentu berbeda dengan negara Islam yang umumnya menganut sistem monarki, dimana pemimpinnya (Raja, Emir, Sultan, dll) tidak dipilih berdasarkan hasil voting masyarakat, melainkan keturunan dan musyawarah.
So, sangat salah jika ada yang berkata, "Untuk apa menerapkan hukum Islam, mau jadi macam Irak, Suriah, dan Afghanistan?", apa hubungannya, mereka kan bukan negara Islam (not yet)? Malah masih lebih benar perkataan seperti ini, "Untuk apa mempertahankan demokrasi, mau jadi macam Irak, Suriah, dan Afghanistan?"
Jadi ini perlu diluruskan, jangan lagi mengaitkan negara-negara tersebut dengan pemerintahan Islam, karena faktanya pemerintahannya saja menerapkan hukum demokrasi, sama halnya seperti Indonesia.
Tulisan ini tidak bermaksud menonjolkan hukum pemerintahan Islam dibanding hukum lain, intinya agar semua lebih paham saja untuk tidak mengaitkan hal-hal yang tidak berkorelasi apalagi jika berbicara masalah pemerintahan, karena ini skalanya besar.
Intinya pikiran harus sama-sama saling terbuka. Masalah hukum mana yang lebih baik itu silahkan anda pikirkan sendiri saja, semua punya pandangan masingmasing, toh sebagai manusia kita sama-sama memiliki akal dan tidak boleh saling memaksakan kehendak, benar bukan?
Selanjutnya, kita ambil contoh sampel 5 negara, 5 negara ini merupakan 5 besar yang masuk dalam 10 negara terkaya dan termakmur di dunia (2014) berdasarkan GDP (PPP) per Kapita yang dirilis dalam situs mapsofworld.com, artikel2 lain pun dalam melist poin2 negara terkaya rujukannya dari sana. Jika kurang puas boleh cari di tempat lain, karena rata-rata hasilnya tidak jauh berbeda.
1. Qatar:
2. Luxembourg
3. Singapura
4. Brunei Darussalam
5. Kuwait
Demikian 5 negara yang dinobatkan sebagai terkaya di dunia. Dan ya, seperti yang anda tahu, dari 5 negara tersebut 4 diantaranya tidak menerapkan demokrasi. Negara yang menerapkan demokrasi hanya Singapura, itupun demokrasi perwakilan, bukan demokrasi langsung (demokrasi yang Pemilu dari rakyat). 4 negara yang memegang status sebagai negara terkaya di dunia itu menerapkan sistem monarki.
Qatar menerapkan sistem monarki yang dipimpin oleh Emir dan PM, meski Qatar masuk dalam wilayah Arab dan kerap disebut negara Islam, Qatar tidaklah menerapkan hukum hudud (seperti rajam dan potong tangan), tapi hukum Islam yang lain yang lebih bersifat ekonomi dan sosial tetap jalan,
Luxemburg, pemerintahannya bersifat Kadipaten (mungkin seperti kerajaan dan kesultanan) yang merupakan monarki konstitusional. Brunei Darussalam sedikit berbeda dengan Qatar, sama seperti Saudi, dalam implementasian hukum Islam, Sultan Bolkiah sudah mengumumkan menerapkan syariat Islam secara penuh, termasuk hukum hudud, Brunei pun cukup keras untuk masalah LGBT. Terakhir Kuwait, Kuwait juga negara dengan sistem monarki yang arah pemerintahannya ke hukum Islam.
Itulah beberapa contoh negara yang memiliki perbedaan hukum dan perbedaan nasib. Sekali lagi, maksud tulisan ini bukan ingin menonjolkan hukum mana yang lebih baik dari hukum lainnya, pokoknya sama-sama melihat fakta dan realitanya saja.
Realitanya, cukup banyak negara-negara yang tidak bisa hidup dengan demokrasi bahkan hancur olehnya, seperti Irak, Afghanistan, dan Suriah, kita bahkan belum membahas Libya. Dan faktanya, ternyata banyak pula negara yang bisa sukses tanpa pemerintahan demokrasi, tanpa aktivitas Pemilu dan lainnya, malah negara-negara tersebut yang umumnya menerapkan monarki berada pada peringkat-perangkat teratas untuk kemakmuran.
Sekarang setelah membahas negara luar, maka tak elok rasanya kalau tidak membahas negara sendiri, mengingat Indonesia ini negara yang demokratis sekali . Tiap beberapa periode anggaran milyaran hingga triliunan digeleontorkan untuk Pemilu, dari pemilihan presiden, anggota DPR, sampai pemilihan ketua daerah.
Apakah Indonesia bisa makmur dengan demokrasi? Semua punya jawaban masing-masing, dan itu tergandung persepsi anda.
Secara singkat, demokrasi diartiken sebagai suatu sistem pemerintahan yang diselenggarakan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Demikiranlah uraian yang paling sering ditulis sewaktu menghadapi soal essay mengenai demokrasi, jawaban ini berasal dari ucapan seorang Abraham Lincoln.
Secara teori memang terdengar indah, semua pakar yang menyebut definisi demokrasi pasti menyebutkan demokrasi itu untuk melindungi hak rakyat, untuk mensejahterahkan rakyat, dsb.
Pantas banyak masyarakat yang terbuai dengan harapan itu. Tapi, berapa banyak teori yang selaras dengan kenyataan?
Oke, sebelum membahas lebih jauh, perlu diketahui batasan tulisan ini hanya pada pemerintahan demokrasi, yang berarti sistem negara secara keseluruhan, bukan pada demokrasi yang bersifat sosial kemasyarakatan atau forum, karena kita tahu musyawarah (yang kalau dalam agama Islam salah satu jenis pengambilan keputusan) juga bisa disebut demokrasi jika definisinya dijabarkan lebih luas.
Tapi sekali lagi, kita bukan membahas itu, kita membahas demokrasi dalam ranah sistem pemerintahan suatu negara yang umumnya diwarnai dengan aktivitas Pemilihan Umum (Pemilu), seperti yang terjadi di negara ini.
Sekarang kita ambil contoh sampel 3 negara, yaitu Irak, Suriah, dan Afghanistan. Mungkin mendengar 3 nama negara itu, anda langsung berpikir,
"Lho apa hubungannya 3 negara itu dengan demokrasi? Negara rawan konflik dan penuh kehancuran itukan negara Islam?". Kalau anda berpikir seperti itu, bahwa 3 negara yang disebutkan adalah negara Islam, itu berarti selama ini anda sudah kecele dan tertipu .
Perlu diketahui bahwa negara-negara itu bukanlah negara Islam, sama seperti Indonesia, mayoritas masyarakatnya mungkin Muslim, tapi sebenarnya sistem pemerintahan yang dianut ke-3 negara tersebut sampai saat ini adalah demokrasi.
Jika tidak percaya, dipersilahkan jalan-jalan ke Wikipedia:
Irak, Suriah, dan Afghanistan menganut sistem pemerintahan republik dan presidensial yang notabene rakyatnya mengadakan aktivitas Partai dan Pemilu tiap beberapa periode sebagai bagian dari demokrasi, sama seperti Indonesia. Hal ini tentu berbeda dengan negara Islam yang umumnya menganut sistem monarki, dimana pemimpinnya (Raja, Emir, Sultan, dll) tidak dipilih berdasarkan hasil voting masyarakat, melainkan keturunan dan musyawarah.
So, sangat salah jika ada yang berkata, "Untuk apa menerapkan hukum Islam, mau jadi macam Irak, Suriah, dan Afghanistan?", apa hubungannya, mereka kan bukan negara Islam (not yet)? Malah masih lebih benar perkataan seperti ini, "Untuk apa mempertahankan demokrasi, mau jadi macam Irak, Suriah, dan Afghanistan?"
Jadi ini perlu diluruskan, jangan lagi mengaitkan negara-negara tersebut dengan pemerintahan Islam, karena faktanya pemerintahannya saja menerapkan hukum demokrasi, sama halnya seperti Indonesia.
Tulisan ini tidak bermaksud menonjolkan hukum pemerintahan Islam dibanding hukum lain, intinya agar semua lebih paham saja untuk tidak mengaitkan hal-hal yang tidak berkorelasi apalagi jika berbicara masalah pemerintahan, karena ini skalanya besar.
Intinya pikiran harus sama-sama saling terbuka. Masalah hukum mana yang lebih baik itu silahkan anda pikirkan sendiri saja, semua punya pandangan masingmasing, toh sebagai manusia kita sama-sama memiliki akal dan tidak boleh saling memaksakan kehendak, benar bukan?
Selanjutnya, kita ambil contoh sampel 5 negara, 5 negara ini merupakan 5 besar yang masuk dalam 10 negara terkaya dan termakmur di dunia (2014) berdasarkan GDP (PPP) per Kapita yang dirilis dalam situs mapsofworld.com, artikel2 lain pun dalam melist poin2 negara terkaya rujukannya dari sana. Jika kurang puas boleh cari di tempat lain, karena rata-rata hasilnya tidak jauh berbeda.
1. Qatar:
2. Luxembourg
3. Singapura
4. Brunei Darussalam
5. Kuwait
Demikian 5 negara yang dinobatkan sebagai terkaya di dunia. Dan ya, seperti yang anda tahu, dari 5 negara tersebut 4 diantaranya tidak menerapkan demokrasi. Negara yang menerapkan demokrasi hanya Singapura, itupun demokrasi perwakilan, bukan demokrasi langsung (demokrasi yang Pemilu dari rakyat). 4 negara yang memegang status sebagai negara terkaya di dunia itu menerapkan sistem monarki.
Qatar menerapkan sistem monarki yang dipimpin oleh Emir dan PM, meski Qatar masuk dalam wilayah Arab dan kerap disebut negara Islam, Qatar tidaklah menerapkan hukum hudud (seperti rajam dan potong tangan), tapi hukum Islam yang lain yang lebih bersifat ekonomi dan sosial tetap jalan,
Luxemburg, pemerintahannya bersifat Kadipaten (mungkin seperti kerajaan dan kesultanan) yang merupakan monarki konstitusional. Brunei Darussalam sedikit berbeda dengan Qatar, sama seperti Saudi, dalam implementasian hukum Islam, Sultan Bolkiah sudah mengumumkan menerapkan syariat Islam secara penuh, termasuk hukum hudud, Brunei pun cukup keras untuk masalah LGBT. Terakhir Kuwait, Kuwait juga negara dengan sistem monarki yang arah pemerintahannya ke hukum Islam.
Itulah beberapa contoh negara yang memiliki perbedaan hukum dan perbedaan nasib. Sekali lagi, maksud tulisan ini bukan ingin menonjolkan hukum mana yang lebih baik dari hukum lainnya, pokoknya sama-sama melihat fakta dan realitanya saja.
Realitanya, cukup banyak negara-negara yang tidak bisa hidup dengan demokrasi bahkan hancur olehnya, seperti Irak, Afghanistan, dan Suriah, kita bahkan belum membahas Libya. Dan faktanya, ternyata banyak pula negara yang bisa sukses tanpa pemerintahan demokrasi, tanpa aktivitas Pemilu dan lainnya, malah negara-negara tersebut yang umumnya menerapkan monarki berada pada peringkat-perangkat teratas untuk kemakmuran.
Sekarang setelah membahas negara luar, maka tak elok rasanya kalau tidak membahas negara sendiri, mengingat Indonesia ini negara yang demokratis sekali . Tiap beberapa periode anggaran milyaran hingga triliunan digeleontorkan untuk Pemilu, dari pemilihan presiden, anggota DPR, sampai pemilihan ketua daerah.
Apakah Indonesia bisa makmur dengan demokrasi? Semua punya jawaban masing-masing, dan itu tergandung persepsi anda.
loading...
0 komentar:
Post a Comment
Artikel ini belum lengkap tanpa komentar anda!
Silahkan berkomentar yang santun dan cerdas, tidak menghina, tidak memaki dan tidak menyebar kebencian. Terima kasih