Banyak orang yang hendak mengurus penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) tanah yang ia miliki, tapi mereka jadi ragu karena tidak mengetahui berapa estimasi biaya yang diperlukan.
Padahal, sertifikat hak milik merupakan bukti kepemilikan atas tanah yang paling kuat dibading surat keterangan ganti rugi biasa.
Sebagian masyarakat mengeluhkan tentang biaya pengurusan sertifikat terkait pertanahan yang seringkali dianggap tidak transparan.
Sebenarnya berapa biaya pengurusan sertifikat tanah?
Mengutip detik.com, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Badan Pertanahan Nasional /Kementerian Agraria dan Tata Ruang (BPN/ATR) Gunawan Muhammad, merinci sejumlah pengeluaran yang diperlukan untuk pengurusan sertifikat pertanahan.
Pertama adalah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dengan nilai 5% dari total harga tanah dan bangunan. Biaya ini nantinya akan masuk ke dalam kas Pemerintah Daerah dalam bentuk Pendapatan Asli Daerah (PAD).
"Sebanyak 5% dari harga total harga lahan atau bangunan yang akan disertifikat," kata Gunawan saat berbincang dengan detikFinance, Rabu (22/4/2015.
Namun, ada kebijakan yang menyebutkan, BPHTB hanya berlaku untuk unit tanah dan bangunan yang nilainya lebih dari Rp 60 juta ke atas. Ada pula Pemerintah Daerah yang menetapkan batasnya pada angka Rp 80 juta ke atas.
Tujuannya adalah, untuk meringankan beban masyarakat kurang mampu yang umumnya untuk membeli tanah dan bangunan saja sudah cukup sulit.
Lewat aturan ini, maka masyarakat pemohon sertifikat hanya perlu membayar pajak atas selisih harga tanah dan bangunan yang bersangkutan.
"Misalkan Pemda menetapkan kalau batasnya Rp 60 juta, berarti kalau punya tanah Rp 100 juta maka yang kena pajak hanya Rp 100 juta dikurang Rp 60 juta, sisanya yang kena BPHTB. Atau Rp 40 juta dikali 5%. Rp 2 juta," paparnya.
Ada pun biaya lainnya adalah Biaya Pengukuran, Biaya Pemeriksaan Tanah, dan Biaya Pendaftaran Tanah. Tiga jenis iuran ini dibayarkan ke BPN saat proses pengurusan sertifikat.
"Biaya yang di BPN, pertama adalah biaya pengukuran, dua adalah biaya panitia pemeriksa tanah, tiga adalah biaya pendaftaran tanah," katanya.
Biaya Pengukuran Tanah:
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 13/2010 biaya pengukuran tanah ditentukan dengan rumus tertentu. Soal Harga Satuan Biaya Khusus Pengukuran (HSBKu) yang ditetapkan oleh menteri keuangan dan nilai harga masing-masing provinsi berbeda-beda, termasuk perbedaan harga untuk tanah pertanian dan non pertanian.
Untuk luas tanah kurang dari 10 hektar, dihitung dengan rumus luas tanah dibagi 500 dikali Harga Satuan Biaya Khusus Pengukuran (HSBKu), lalu ditambahkan dengan Rp 100.000.
Untuk luas tanah lebih dari 10 hektar-1.000 hektar, dihitung dengan rumus luas tanah dibagi 4.000, dikali Harga Satuan Biaya Khusus Pengukuran (HSBKu), lalu ditambahkan dengan Rp 14.000.000.
Untuk luas tanah lebih dari 1.000 hektar, dihitung dengan luas tanah dibagi 10.000, dikali Harga Satuan Biaya Khusus Pengukuran (HSBKu), lalu ditambahkan dengan Rp 134.000.000.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 51/2012, ditetapkan bahwa HSBKU dibagi menjadi dua yakni untuk pengukuran lahan pertanian dan lahan non pertanian.
Biayanya pun berbeda antar Provinsi di seluruh Indonesia. Biaya terendah untuk HSBKu lahan pertanian adalah Rp 20.000 yang berlaku di Maluku Utara, Maluku, dan Nusa Tenggara Timur. Tertinggi ada di DKI Jakarta sebesar Rp 60.000.
Sementara biaya untuk HSBKu non pertanian terendah adalah, sebesar Rp 40.000 yang berlaku di Maluku, Maluku Utara, dan Nusa Tenggara Timur. Tertinggi adalah Rp 120.000 di DKI Jakarta, Riau, serta Kalimantan Timur.
"Artinya, untuk lahan seluas 1 hektar non pertanian dan terletak di DKI Jakarta, maka biaya yang pengukuran tanah adalah sebesar Rp 100 ribuan," jelas Gunawan.
Biaya Panitia Pemeriksa:
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 13/2010, Biaya Panitia Pemeriksa dihitung dengan rumus tertentu.
Untuk unit yang tergolong skala kecil seperti rumah, kantor, dan ruko, digunakan rumus luas tanah dibagi dengan 500, dikalikan dengan Harga Satuan Biaya Khusus Panitia Penilai A (HSBKpa), ditambah Rp 350.000.
Untuk unit yang tergolong skala besar seperti lahan perkebunan sawit, komplek perkantoran, dan sebagainya digunakan rumus luas tanah dibagi 100.000, dikali Harga Satuan Biaya Khusus Panitia Penilai B (HSBKpb), ditambah Rp 5.000.000.
Adapun HSBKpa dan HSBKpb pertanian berdasarkan Peraturan Pemerintah 13/2010 adalah Rp 10.000, sementara untuk yang non pertanian adalah Rp 20.000.
"Kalau tanahnya 1 hektar di DKI Jakarta non pertanian pastinya, biaya jadi Rp 350.000," jelas dia.
Biaya Pendaftaran Tanah:
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 13/2010, biaya pendaftaran tanah dihitung dengan rumus 2% dari nilai tanah ditambah Rp 100.000.
"Misalnya orang beli tanah totalnya Rp 100 juta maka biaya pendaftarannya Rp 2.100.000," pungkas Gunawan.
Sumber: detik.com
Padahal, sertifikat hak milik merupakan bukti kepemilikan atas tanah yang paling kuat dibading surat keterangan ganti rugi biasa.
Sebagian masyarakat mengeluhkan tentang biaya pengurusan sertifikat terkait pertanahan yang seringkali dianggap tidak transparan.
Sebenarnya berapa biaya pengurusan sertifikat tanah?
Mengutip detik.com, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Badan Pertanahan Nasional /Kementerian Agraria dan Tata Ruang (BPN/ATR) Gunawan Muhammad, merinci sejumlah pengeluaran yang diperlukan untuk pengurusan sertifikat pertanahan.
Pertama adalah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dengan nilai 5% dari total harga tanah dan bangunan. Biaya ini nantinya akan masuk ke dalam kas Pemerintah Daerah dalam bentuk Pendapatan Asli Daerah (PAD).
"Sebanyak 5% dari harga total harga lahan atau bangunan yang akan disertifikat," kata Gunawan saat berbincang dengan detikFinance, Rabu (22/4/2015.
Namun, ada kebijakan yang menyebutkan, BPHTB hanya berlaku untuk unit tanah dan bangunan yang nilainya lebih dari Rp 60 juta ke atas. Ada pula Pemerintah Daerah yang menetapkan batasnya pada angka Rp 80 juta ke atas.
Tujuannya adalah, untuk meringankan beban masyarakat kurang mampu yang umumnya untuk membeli tanah dan bangunan saja sudah cukup sulit.
Lewat aturan ini, maka masyarakat pemohon sertifikat hanya perlu membayar pajak atas selisih harga tanah dan bangunan yang bersangkutan.
"Misalkan Pemda menetapkan kalau batasnya Rp 60 juta, berarti kalau punya tanah Rp 100 juta maka yang kena pajak hanya Rp 100 juta dikurang Rp 60 juta, sisanya yang kena BPHTB. Atau Rp 40 juta dikali 5%. Rp 2 juta," paparnya.
Ada pun biaya lainnya adalah Biaya Pengukuran, Biaya Pemeriksaan Tanah, dan Biaya Pendaftaran Tanah. Tiga jenis iuran ini dibayarkan ke BPN saat proses pengurusan sertifikat.
"Biaya yang di BPN, pertama adalah biaya pengukuran, dua adalah biaya panitia pemeriksa tanah, tiga adalah biaya pendaftaran tanah," katanya.
Biaya Pengukuran Tanah:
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 13/2010 biaya pengukuran tanah ditentukan dengan rumus tertentu. Soal Harga Satuan Biaya Khusus Pengukuran (HSBKu) yang ditetapkan oleh menteri keuangan dan nilai harga masing-masing provinsi berbeda-beda, termasuk perbedaan harga untuk tanah pertanian dan non pertanian.
Untuk luas tanah kurang dari 10 hektar, dihitung dengan rumus luas tanah dibagi 500 dikali Harga Satuan Biaya Khusus Pengukuran (HSBKu), lalu ditambahkan dengan Rp 100.000.
Untuk luas tanah lebih dari 10 hektar-1.000 hektar, dihitung dengan rumus luas tanah dibagi 4.000, dikali Harga Satuan Biaya Khusus Pengukuran (HSBKu), lalu ditambahkan dengan Rp 14.000.000.
Untuk luas tanah lebih dari 1.000 hektar, dihitung dengan luas tanah dibagi 10.000, dikali Harga Satuan Biaya Khusus Pengukuran (HSBKu), lalu ditambahkan dengan Rp 134.000.000.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 51/2012, ditetapkan bahwa HSBKU dibagi menjadi dua yakni untuk pengukuran lahan pertanian dan lahan non pertanian.
Biayanya pun berbeda antar Provinsi di seluruh Indonesia. Biaya terendah untuk HSBKu lahan pertanian adalah Rp 20.000 yang berlaku di Maluku Utara, Maluku, dan Nusa Tenggara Timur. Tertinggi ada di DKI Jakarta sebesar Rp 60.000.
Sementara biaya untuk HSBKu non pertanian terendah adalah, sebesar Rp 40.000 yang berlaku di Maluku, Maluku Utara, dan Nusa Tenggara Timur. Tertinggi adalah Rp 120.000 di DKI Jakarta, Riau, serta Kalimantan Timur.
"Artinya, untuk lahan seluas 1 hektar non pertanian dan terletak di DKI Jakarta, maka biaya yang pengukuran tanah adalah sebesar Rp 100 ribuan," jelas Gunawan.
Biaya Panitia Pemeriksa:
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 13/2010, Biaya Panitia Pemeriksa dihitung dengan rumus tertentu.
Untuk unit yang tergolong skala kecil seperti rumah, kantor, dan ruko, digunakan rumus luas tanah dibagi dengan 500, dikalikan dengan Harga Satuan Biaya Khusus Panitia Penilai A (HSBKpa), ditambah Rp 350.000.
Untuk unit yang tergolong skala besar seperti lahan perkebunan sawit, komplek perkantoran, dan sebagainya digunakan rumus luas tanah dibagi 100.000, dikali Harga Satuan Biaya Khusus Panitia Penilai B (HSBKpb), ditambah Rp 5.000.000.
Adapun HSBKpa dan HSBKpb pertanian berdasarkan Peraturan Pemerintah 13/2010 adalah Rp 10.000, sementara untuk yang non pertanian adalah Rp 20.000.
"Kalau tanahnya 1 hektar di DKI Jakarta non pertanian pastinya, biaya jadi Rp 350.000," jelas dia.
Biaya Pendaftaran Tanah:
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 13/2010, biaya pendaftaran tanah dihitung dengan rumus 2% dari nilai tanah ditambah Rp 100.000.
"Misalnya orang beli tanah totalnya Rp 100 juta maka biaya pendaftarannya Rp 2.100.000," pungkas Gunawan.
Sumber: detik.com
loading...
0 komentar:
Post a Comment
Artikel ini belum lengkap tanpa komentar anda!
Silahkan berkomentar yang santun dan cerdas, tidak menghina, tidak memaki dan tidak menyebar kebencian. Terima kasih