Mungkin kita terpesona oleh sebuah konsep, terpesona oleh sebuah pendapat, dan kita bisa menerima kebenaran pendapat itu, atau konsep itu, karena kita memang bisa menerimanya. Masuk akal, logis, dan bisa dipahami.
Bisa jadi karena kita membaca buku, makalah, twit, status facebook, atau ada teman yang mempengaruhi kita. Kita pun manggut-manggut dan mengatakan: iya yah, benar juga. Dan kita meyakini pendapat itu. Kita menjadi yakin akan pendapat itu. Kita yakin bahwa pendapat itu benar.
Tapi apakah sebuah pendapat, ucapan, atau konsep, itu otomatis bisa menjadi benar karena kita bisa menerima? Apakah ketika kita bisa menerima sesuatu, maka itu otomatis menjadi sebuah kebenaran?
Mari kita membuat contoh mudah dan sederhana, yaitu tentang isra’ dan mi’raj. Kaum kafir Quraisy yang menganggap apa yang mereka yakini sebagai kebenaran, menolak percaya kepada isra’ dan mi’raj. Ini karena mereka tidak bisa menerima bahwa ada orang yang pergi dari Makkah ke Palestina dalam satu malam. Zaman itu adalah zaman onta, tidak mungkin ada orang yang bisa pergi dari Makkah ke Palestina dalam waktu semalam.
Kaum kafir Quraisy di zaman itu percaya bahwa keyakinan mereka adalah kebenaran, dan apa yang menyelisihi keyakinan mereka adalah keliru. Tapi keyakinan dan keteguhan kaum kafir Quraisy terhadap pendapatnya tadi, tidak membuat pendapat mereka jadi benar. Ternyata mereka keliru, meski mereka yakin bahwa mereka adalah benar.Ketika kita disesatkan oleh persepsi kita sendiri, itulah bahaya yang sebenarnya. Mengapa berbahaya? Karena kita yakin bahwa kita berada di jalan yang benar, tapi ternyata kita salah jalan. Jalan yang salah tetaplah tidak membawa kita sampai ke tujuan, meski kita yakin bahwa jalan itu jalan yang lurus.
Seperti orang yang mengendarai mobil dari Solo ke Semarang, tapi dia salah mengambil jalan. Alih-alih mengambil jalan yang menuju Semarang, dia menempuh jalan menuju Yogyakarta. Dia salah jalan, tapi dia yakin jalannya benar menuju Semarang. Pertanyaannya, apakah dia akan sampai ke Semarang, atau dia sampai ke Yogyakarta?
Apakah keyakinannya yang kuat bahwa jalan yang ditempuhnya adalah jalan menuju Semarang, membuatnya sampai ke Semarang?
Tidak. Orang yang tersesat di jalan tidak akan sampai ke jalan yang benar hanya karena keyakinan.
Lebih berbahaya lagi ketika orang salah dalam meyakini hal yang terkait agama dan kebenaran. Dia mengira bahwa dirinya benar, tapi ternyata keliru. Dia mengira apa yang diyakininya dengan kuat adalah kebenaran, tapi ternyata salah. Dia meyakini suatu amalan atau ibadah bisa membuat dirinya lebih dekat kepada Allah, ternyata malah menjauhkannya dari Allah.
Dia yakin berada di jalan menuju sorga, tetapi sebenarnya dia sedang meniti jalan menuju neraka. Keyakinan tidak akan mengubah yang salah menjadi benar.
Mereka yang salah persepsi adalah orang yang paling merugi. Apalagi ketika terjadi di akhirat nanti. Akan ada nanti di akhirat orang-orang yang kecewa, karena selama di dunia mengira dan yakin dirinya berada di jalan yang benar, tapi ternyata jalannya keliru. Kata Allah, mereka adalah orang-orang yang paling merugi.
18:103. Katakanlah: "Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?"
18:104. Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.
Mereka mengira apa yang mereka lakukan adalah perbuatan baik. Tapi mereka keliru. Yang mereka lakukan adalah perbuatan buruk, tapi mereka hanya mengira bahwa apa yang mereka lakukan adalah perbuatan baik. Mereka hanya meyakini bahwa perbuatan mereka adalah perbuatan baik. Tapi hanya mengira dan meyakini tidaklah mengubah perbuatan buruk mereka menjadi baik.
Bisa jadi karena kita membaca buku, makalah, twit, status facebook, atau ada teman yang mempengaruhi kita. Kita pun manggut-manggut dan mengatakan: iya yah, benar juga. Dan kita meyakini pendapat itu. Kita menjadi yakin akan pendapat itu. Kita yakin bahwa pendapat itu benar.
Tapi apakah sebuah pendapat, ucapan, atau konsep, itu otomatis bisa menjadi benar karena kita bisa menerima? Apakah ketika kita bisa menerima sesuatu, maka itu otomatis menjadi sebuah kebenaran?
Mari kita membuat contoh mudah dan sederhana, yaitu tentang isra’ dan mi’raj. Kaum kafir Quraisy yang menganggap apa yang mereka yakini sebagai kebenaran, menolak percaya kepada isra’ dan mi’raj. Ini karena mereka tidak bisa menerima bahwa ada orang yang pergi dari Makkah ke Palestina dalam satu malam. Zaman itu adalah zaman onta, tidak mungkin ada orang yang bisa pergi dari Makkah ke Palestina dalam waktu semalam.
Kaum kafir Quraisy di zaman itu percaya bahwa keyakinan mereka adalah kebenaran, dan apa yang menyelisihi keyakinan mereka adalah keliru. Tapi keyakinan dan keteguhan kaum kafir Quraisy terhadap pendapatnya tadi, tidak membuat pendapat mereka jadi benar. Ternyata mereka keliru, meski mereka yakin bahwa mereka adalah benar.Ketika kita disesatkan oleh persepsi kita sendiri, itulah bahaya yang sebenarnya. Mengapa berbahaya? Karena kita yakin bahwa kita berada di jalan yang benar, tapi ternyata kita salah jalan. Jalan yang salah tetaplah tidak membawa kita sampai ke tujuan, meski kita yakin bahwa jalan itu jalan yang lurus.
Seperti orang yang mengendarai mobil dari Solo ke Semarang, tapi dia salah mengambil jalan. Alih-alih mengambil jalan yang menuju Semarang, dia menempuh jalan menuju Yogyakarta. Dia salah jalan, tapi dia yakin jalannya benar menuju Semarang. Pertanyaannya, apakah dia akan sampai ke Semarang, atau dia sampai ke Yogyakarta?
Apakah keyakinannya yang kuat bahwa jalan yang ditempuhnya adalah jalan menuju Semarang, membuatnya sampai ke Semarang?
Tidak. Orang yang tersesat di jalan tidak akan sampai ke jalan yang benar hanya karena keyakinan.
Lebih berbahaya lagi ketika orang salah dalam meyakini hal yang terkait agama dan kebenaran. Dia mengira bahwa dirinya benar, tapi ternyata keliru. Dia mengira apa yang diyakininya dengan kuat adalah kebenaran, tapi ternyata salah. Dia meyakini suatu amalan atau ibadah bisa membuat dirinya lebih dekat kepada Allah, ternyata malah menjauhkannya dari Allah.
Dia yakin berada di jalan menuju sorga, tetapi sebenarnya dia sedang meniti jalan menuju neraka. Keyakinan tidak akan mengubah yang salah menjadi benar.
Mereka yang salah persepsi adalah orang yang paling merugi. Apalagi ketika terjadi di akhirat nanti. Akan ada nanti di akhirat orang-orang yang kecewa, karena selama di dunia mengira dan yakin dirinya berada di jalan yang benar, tapi ternyata jalannya keliru. Kata Allah, mereka adalah orang-orang yang paling merugi.
قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمَالًا (103) الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا (104)
18:103. Katakanlah: "Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?"
18:104. Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.
Mereka mengira apa yang mereka lakukan adalah perbuatan baik. Tapi mereka keliru. Yang mereka lakukan adalah perbuatan buruk, tapi mereka hanya mengira bahwa apa yang mereka lakukan adalah perbuatan baik. Mereka hanya meyakini bahwa perbuatan mereka adalah perbuatan baik. Tapi hanya mengira dan meyakini tidaklah mengubah perbuatan buruk mereka menjadi baik.
loading...
0 komentar:
Post a Comment
Artikel ini belum lengkap tanpa komentar anda!
Silahkan berkomentar yang santun dan cerdas, tidak menghina, tidak memaki dan tidak menyebar kebencian. Terima kasih