Salah satu kitab tafsir yang paling terkemuka di dunia Islam adalah Tafsir Jalalain. Disebut demikian, karena tafsir ini ditulis oleh 2 orang Imam yang keduanya bergelar Jalaluddin, yaitu Jalaluddin al-Mahalli (864 H/1459 M) dan Jalaluddin al-Suyuthi (911 H/1505 M).
Adakalanya, tafsir ini disebut juga Tafsir Jalilain, karena ditulis oleh 2 orang Imam yang Agung (Jalil). Tafsir ini menjadi salah satu rujukan pokok yang banyak dipelajari di institusi pendidikan Islam. Selain itu sering pula disematkan pada hasyiyah (pinggir) mushaf untuk mempermudah pembaca memahami kandungan al-Qur'an.
Meski kolaborasi 2 orang ahli tafsir, namun tafsir yang ditulis sekitar 600 tahun lalu ini cukup ringkas dan berukuran kecil jika dibanding dengan tafsir-tafsir lainnya semisal tafsir al-Qurthubi, Ruh al-Ma'ani, al-Thabari dan lain sebagainya.
Kendati demikian, para ulama sepakat bahwa Tafsir Jalalain merupakan tafsir yang penting dan merupakan khazanah tafsir utama dalam sejarah Islam. Haji Khalifah dalam kitabnya Kasyf al-Zhunun menulis:
Imam Jalaluddin al-Mahalli al-Syafi'i berperan dalm tafsir ini sebagai penafsir Surah al-Fatihah, lalu beliau melompat ke tafsir Surah al-Kahfi hingga akhir Surah al-Nas. Sedangkan Imam Jalaluddin al-Suyuthi berperan menulis Tafsir Surah al-Baqarah hingga Surah al-Isra'.
Ada satu hal yang menarik dari Tafsir ini. Dalam kitab Qurratul 'Ainain 'ala Tafsir al-Jalalain, Qadhi Muhammad Kan'an mengatakan bahwa ketika Imam Jalaluddin al-Suyuthi menulis tafsir ini, usia beliau saat itu 22 tahun. Beliau menulisnya setelah guru beliau (Imam Jalaluddin al-Mahalli) meninggal dunia 6 tahun sebelumnya.
Usia 22 tahun bisa dibilang sebagai usia yang sangat muda sebagai ahli tafsir, di mana jika dibandingkan dengan saat ini, usia 22 tahun masih merupakan tahap belajar bagi seseorang untuk mencari gelar sarjana strata satu.
Yang lebih mengejutkan, ternyata Imam al-Suyuthi sendiri hanya membutuhkan waktu 40 hari untuk menyelesaikan tafsirnya tersebut! Bayangkan, apa yang bisa kita perbuat dalam waktu 40 hari?
Mari kita simak penuturan Imam al-Suyuthi di penghujung tafsirnya tersebut:
Semoga Allah Swt membalas segala amal jariyah kedua Imam Jalalalin atas karya mereka yang bermanfaat untuk kaum muslimin. Amin ya Rabbal 'Alamin.
Adakalanya, tafsir ini disebut juga Tafsir Jalilain, karena ditulis oleh 2 orang Imam yang Agung (Jalil). Tafsir ini menjadi salah satu rujukan pokok yang banyak dipelajari di institusi pendidikan Islam. Selain itu sering pula disematkan pada hasyiyah (pinggir) mushaf untuk mempermudah pembaca memahami kandungan al-Qur'an.
Meski kolaborasi 2 orang ahli tafsir, namun tafsir yang ditulis sekitar 600 tahun lalu ini cukup ringkas dan berukuran kecil jika dibanding dengan tafsir-tafsir lainnya semisal tafsir al-Qurthubi, Ruh al-Ma'ani, al-Thabari dan lain sebagainya.
Kendati demikian, para ulama sepakat bahwa Tafsir Jalalain merupakan tafsir yang penting dan merupakan khazanah tafsir utama dalam sejarah Islam. Haji Khalifah dalam kitabnya Kasyf al-Zhunun menulis:
وهو مع كونه صغير الحجم كبير المعنى، لأنه لب لباب التفسير-يعني: خلاصة خلاصة التفاسير- لذلك اعتبره العلماء تفسيراً للمنتهين من طلبة العلم لا للمبتدئين منهم
"Meski berukuran kecil, tapi tafsir ini (Jalalain) memiliki makna yang besar, sebab ia merupakan inti dari inti kitab tafsir, kesimpulan dari kesimpulan kitab-kitab tafsir. Oleh karena itu, para ulama menganggap tafsir ini sebagai tafsir pemuncak yang mesti dipelajari oleh penuntut ilmu, bukan tafsir untuk pemula".Begitu besarnya perhatian ulama terhadap tafsir ini, maka banyak pula lahir catatan dan syarh (penjelasan) dari tafsir al-Jalalain.
Imam Jalaluddin al-Mahalli al-Syafi'i berperan dalm tafsir ini sebagai penafsir Surah al-Fatihah, lalu beliau melompat ke tafsir Surah al-Kahfi hingga akhir Surah al-Nas. Sedangkan Imam Jalaluddin al-Suyuthi berperan menulis Tafsir Surah al-Baqarah hingga Surah al-Isra'.
Ada satu hal yang menarik dari Tafsir ini. Dalam kitab Qurratul 'Ainain 'ala Tafsir al-Jalalain, Qadhi Muhammad Kan'an mengatakan bahwa ketika Imam Jalaluddin al-Suyuthi menulis tafsir ini, usia beliau saat itu 22 tahun. Beliau menulisnya setelah guru beliau (Imam Jalaluddin al-Mahalli) meninggal dunia 6 tahun sebelumnya.
Usia 22 tahun bisa dibilang sebagai usia yang sangat muda sebagai ahli tafsir, di mana jika dibandingkan dengan saat ini, usia 22 tahun masih merupakan tahap belajar bagi seseorang untuk mencari gelar sarjana strata satu.
Yang lebih mengejutkan, ternyata Imam al-Suyuthi sendiri hanya membutuhkan waktu 40 hari untuk menyelesaikan tafsirnya tersebut! Bayangkan, apa yang bisa kita perbuat dalam waktu 40 hari?
Mari kita simak penuturan Imam al-Suyuthi di penghujung tafsirnya tersebut:
هذا آخر ما كملت به تفسير القرآن الكريم الذي ألفه الشيخ الإمام العالم العلامة المحقق جلال الدين المحلي الشافعي رضي الله عنه...وألفته في مدة قدر ميعاد الكليم -أي: موسى عليه السلام، في أربعين يوماً-، وجعلته وسيلة للفوز بجنات النعيم... وقد قلت: حمدت الله ربي إذ هداني لِما أديت مع عجزي وضعفي . فمن لي بالخطا فأُرَدَّ عـنه ومن لي بالقبول ولو بحــــرف
"Inilah akhir penulisan sebagai penyelesaian tafsir al-Quran al-Karim yang ditulis oleh Syaikh al-Imam al-Alim al-Muhaqqiq Jalaluddin al-Mahalli al-Syafi'i radhiyallahu 'anhu. Dan aku menulisnya dalam kadar waktu Nabi Musa a.s Kalimullah, yaitu 40 hari. Dan aku berharap semoga tafsir ini menjadi wasilah bagiku untuk mendapatkan Jannatun Na'im. Dan taleh menuliskannya, dan aku memuji Allah Swt Yang telah memberiku hidayah untuk menulis tafsir ini dalam segala kelemahan dan kekuranganku... Tiada siapa pun yang dapat menjamin amalku ini diterima walau hanya satu huruf saja".
Semoga Allah Swt membalas segala amal jariyah kedua Imam Jalalalin atas karya mereka yang bermanfaat untuk kaum muslimin. Amin ya Rabbal 'Alamin.
loading...
0 komentar:
Post a Comment
Artikel ini belum lengkap tanpa komentar anda!
Silahkan berkomentar yang santun dan cerdas, tidak menghina, tidak memaki dan tidak menyebar kebencian. Terima kasih