Cinta... sebuah kata yang sarat makna. Sebuah kata yang sangat reflektif. Setiap orang akan memaknainya secara berbeda, sesuai dengan pengalamannya akan cinta itu sendiri.
Cinta kemudian menjadi kata dengan arti yang sangat banyak. Menjadi tidak mengherankan bila cinta menjadi salah satu tema cerita yang paling laris manis digarap dalam pembuatan novel, puisi, drama, lirik lagu, atau pun film karena setiap orang bisa membuat karya dengan pemaknannya sendiri tentang cinta, tanpa harus terikat pada satu patokan tertentu.
Kata cinta memang misteri. Dan pernahkah anda merenungkan, dari mana kata cinta berasal? Apakah arti etimologis dari kata cinta itu sebenarnya?
Dalam buku Loan Words in Indonesian and Malay, kata cinta dicatat sebagai kata yang berasal dari bahasa Sanskerta. Cintā dalam bahasa Sanskerta adalah kata benda yang diartikan sebagai sebuah ‘pikiran’, ‘kecemasan’, ‘kepedulian’, ‘pertimbangan’ akan sesuatu. Arti yang serupa dapat kita jumpai di Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. Di sana kata cinta tercantum sebagai sebuah kata sifat dengan uraian sebagai berikut:
a 1 suka sekali; sayang benar: orang tuaku – kpd kami semua; – kpd sesama makhluk; 2 kasih sekali; terpikat (antara laki-laki dan perempuan): sebenarnya dia tidak – kpd lelaki itu, tetapi hanya menginginkan hartanya; 3 ingin sekali; berharap sekali; rindu: makin ditindas makin terasa betapa –nya akan kemerdekaan; 4 kl susah hati (khawatir); risau: tiada terperikan lagi –nya ditinggalkan ayahnya itu;
Yang aneh dari KBBI adalah, kata cinta hanya dicantumkan sebagai kata sifat. Selain fakta bahwa secara etimologis kata cinta itu sendiri sebetulnya berpangkat nomina, dalam penggunaan dalam kehidupan sehari-hari kata cinta juga sangat kerap digunakan sebagai kata benda. Contohnya bisa kita jumpai pada kalimat “Kuberikan cintaku ini hanya kepadamu seorang.” Di kalimat tersebut kata cinta berfungsi sebagai kata benda. Kasus semacam ini membuat saya jadi berpikir: sepertinya KBBI tidak mendasarkan pendefinisian lema cinta pada realitas yang terdapat di kalangan penutur.
Pertalian ungkapan cinta yang dimiliki perbendaharaan kata bahasa Indonesia dan bahasa Sanskerta juga dapat ditilik dari kemiripan frasa metaforis yang diturunkan dari kata cinta di kedua bahasa itu. Jika bahasa Indonesia punya ungkapan jatuh cinta, yang menandakan keadaan ‘mabuk-rasa-suka’ dan, sering juga, ‘tak-berdaya-karena-asmara’; dalam bahasa Sanskerta ada ungkapan cintāpara, yang artinya ‘hanyut dalam pikiran’.
Asal-usul alternatif untuk kata cinta yang lain dihadirkan oleh Alif Danya Munsyi, alias Remy Silado, dalam bukunya yang berjudul 9 Dari 10 Kata Bahasa Indonesia Adalah Asing. Dalam artikel yang berjudul “Spanyol Meninggalkan Tali Cinta”, Remy menuturkan perihal melintasnya bahasa Spanyol dalam jagad perbahasaan Indonesia. Disebutkan bahwa sekolah modern pertama yang menggunakan bahasa Melayu dan tulisan huruf Latin dimulai di Indonesia bagian timur, yaitu di Ambon pada 1563 lalu mulai menyebar ke Manado. Kata cinta kemudian muncul sebagai salah satu contoh kata serapan dari bahasa Spanyol yang telah melalui proses akulturasi dengan kebudayaan setempat sehingga mengalami pergeseran makna.
Dalam bahasa Spanyol kata cinta berarti ‘pita’, dimana pita itu sendiri berasal dari kata bahasa Portugis fita. Cinta diartikan sama dengan kata love atau kasih karena pengaruh kebiasaan di Indonesia timur yang meresmikan sebuah pertunangan dengan mengikat ‘tali kasih’ yang terbuat dari ‘cinta’. Yang dimaksud dengan ‘cinta’ di situ adalah pita yang terbuat dari bahan kain berwarna merah yang merupakan perlambang dari darah. Peresmian pertunangan ini disebut juga dengan ‘mengikat tali cinta’, dan apabila pertunangan tersebut putus maka akan disebut ‘putus tali cinta’. Dalam perkembangannya, kedua ungkapan ini berubah menjadi lebih singkat: mengikat cinta dan putus cinta. Jadi, sekarang kita telah paham bahwa kata ikat dan putus dalam kedua ungkapan itu muncul bukan tanpa alasan.
***
Etimologi adalah ilmu terkaan, kata para ahli. Seorang pakar etimologi hanya mampu membuat klaim bahwa dia telah menemukan sumber atau asal yang boleh-jadi, bukan yang pasti. Begitupun, jelas-jelas etimologi bukanlah sebuah ilmu-asal-terka. Terkaan yang diajukan mestilah punya dasar atau bukti yang kuat dan bisa diperiksa.
Dalam etimologi, kita memperlakukan kata sebagai sebuah benda hidup, yang punya jalan hidup. Penjabaran asal-usul kata cinta yang saya buat ini kemudian boleh dianggap sebagai kisah, atau biografi, dari kata tersebut. Semoga, dengan mengetahui jalan hidupnya, kita jadi mampu menggunakan kata cinta dengan penuh cinta.
Cinta kemudian menjadi kata dengan arti yang sangat banyak. Menjadi tidak mengherankan bila cinta menjadi salah satu tema cerita yang paling laris manis digarap dalam pembuatan novel, puisi, drama, lirik lagu, atau pun film karena setiap orang bisa membuat karya dengan pemaknannya sendiri tentang cinta, tanpa harus terikat pada satu patokan tertentu.
Kata cinta memang misteri. Dan pernahkah anda merenungkan, dari mana kata cinta berasal? Apakah arti etimologis dari kata cinta itu sebenarnya?
Dalam buku Loan Words in Indonesian and Malay, kata cinta dicatat sebagai kata yang berasal dari bahasa Sanskerta. Cintā dalam bahasa Sanskerta adalah kata benda yang diartikan sebagai sebuah ‘pikiran’, ‘kecemasan’, ‘kepedulian’, ‘pertimbangan’ akan sesuatu. Arti yang serupa dapat kita jumpai di Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. Di sana kata cinta tercantum sebagai sebuah kata sifat dengan uraian sebagai berikut:
a 1 suka sekali; sayang benar: orang tuaku – kpd kami semua; – kpd sesama makhluk; 2 kasih sekali; terpikat (antara laki-laki dan perempuan): sebenarnya dia tidak – kpd lelaki itu, tetapi hanya menginginkan hartanya; 3 ingin sekali; berharap sekali; rindu: makin ditindas makin terasa betapa –nya akan kemerdekaan; 4 kl susah hati (khawatir); risau: tiada terperikan lagi –nya ditinggalkan ayahnya itu;
Yang aneh dari KBBI adalah, kata cinta hanya dicantumkan sebagai kata sifat. Selain fakta bahwa secara etimologis kata cinta itu sendiri sebetulnya berpangkat nomina, dalam penggunaan dalam kehidupan sehari-hari kata cinta juga sangat kerap digunakan sebagai kata benda. Contohnya bisa kita jumpai pada kalimat “Kuberikan cintaku ini hanya kepadamu seorang.” Di kalimat tersebut kata cinta berfungsi sebagai kata benda. Kasus semacam ini membuat saya jadi berpikir: sepertinya KBBI tidak mendasarkan pendefinisian lema cinta pada realitas yang terdapat di kalangan penutur.
Pertalian ungkapan cinta yang dimiliki perbendaharaan kata bahasa Indonesia dan bahasa Sanskerta juga dapat ditilik dari kemiripan frasa metaforis yang diturunkan dari kata cinta di kedua bahasa itu. Jika bahasa Indonesia punya ungkapan jatuh cinta, yang menandakan keadaan ‘mabuk-rasa-suka’ dan, sering juga, ‘tak-berdaya-karena-asmara’; dalam bahasa Sanskerta ada ungkapan cintāpara, yang artinya ‘hanyut dalam pikiran’.
Asal-usul alternatif untuk kata cinta yang lain dihadirkan oleh Alif Danya Munsyi, alias Remy Silado, dalam bukunya yang berjudul 9 Dari 10 Kata Bahasa Indonesia Adalah Asing. Dalam artikel yang berjudul “Spanyol Meninggalkan Tali Cinta”, Remy menuturkan perihal melintasnya bahasa Spanyol dalam jagad perbahasaan Indonesia. Disebutkan bahwa sekolah modern pertama yang menggunakan bahasa Melayu dan tulisan huruf Latin dimulai di Indonesia bagian timur, yaitu di Ambon pada 1563 lalu mulai menyebar ke Manado. Kata cinta kemudian muncul sebagai salah satu contoh kata serapan dari bahasa Spanyol yang telah melalui proses akulturasi dengan kebudayaan setempat sehingga mengalami pergeseran makna.
Dalam bahasa Spanyol kata cinta berarti ‘pita’, dimana pita itu sendiri berasal dari kata bahasa Portugis fita. Cinta diartikan sama dengan kata love atau kasih karena pengaruh kebiasaan di Indonesia timur yang meresmikan sebuah pertunangan dengan mengikat ‘tali kasih’ yang terbuat dari ‘cinta’. Yang dimaksud dengan ‘cinta’ di situ adalah pita yang terbuat dari bahan kain berwarna merah yang merupakan perlambang dari darah. Peresmian pertunangan ini disebut juga dengan ‘mengikat tali cinta’, dan apabila pertunangan tersebut putus maka akan disebut ‘putus tali cinta’. Dalam perkembangannya, kedua ungkapan ini berubah menjadi lebih singkat: mengikat cinta dan putus cinta. Jadi, sekarang kita telah paham bahwa kata ikat dan putus dalam kedua ungkapan itu muncul bukan tanpa alasan.
***
Etimologi adalah ilmu terkaan, kata para ahli. Seorang pakar etimologi hanya mampu membuat klaim bahwa dia telah menemukan sumber atau asal yang boleh-jadi, bukan yang pasti. Begitupun, jelas-jelas etimologi bukanlah sebuah ilmu-asal-terka. Terkaan yang diajukan mestilah punya dasar atau bukti yang kuat dan bisa diperiksa.
Dalam etimologi, kita memperlakukan kata sebagai sebuah benda hidup, yang punya jalan hidup. Penjabaran asal-usul kata cinta yang saya buat ini kemudian boleh dianggap sebagai kisah, atau biografi, dari kata tersebut. Semoga, dengan mengetahui jalan hidupnya, kita jadi mampu menggunakan kata cinta dengan penuh cinta.
loading...
0 komentar:
Post a Comment
Artikel ini belum lengkap tanpa komentar anda!
Silahkan berkomentar yang santun dan cerdas, tidak menghina, tidak memaki dan tidak menyebar kebencian. Terima kasih