"Kamuda basortusu serbest" (Berjilbab di depan umum diperbolehkan), demikian salah satu tulisan di poster yang diposting di halaman khusus fanpage Perdana Menteri Turki, Recep Tayyip Erdoğan pada tanggal 30 September 2013.
Keputusan tersebut merupakan salah satu paket apa yang disebut sebagai Demokratikleşme Paket (Paket Demokratisasi) di negara tersebut.
Ya, di bawah kepemimpinan Perdana Menteri Erdogan, Umat Islam Turki semakin mendapatkan hak-haknya untuk menjalankan ajaran agama. Setelah mencabut larangan jilbab bagi guru dan dosen, Erdogan juga mencabut larangan jilbab bagi pegawai negeri sipil (PNS) di lembaga-lembaga negara, Senin (30/9).
Pencabutan larangan jilbab itu disambut gembira oleh warga Turki, khususnya para muslimah.
Negeri yang didesain sekuler “tanpa jilbab” oleh Mustafa Kemal Ataturk itu akhirnya membolehkan PNS untuk menutup auratnya secara sempurna. Meskipun masih ada empat lembaga negara yang belum membolehkan jilbab –yakni pengadilan, kejaksaan, kepolisian dan militer- keputusan Erdogan dinilai merupakan kemajuan pesat bagi penerapan nilai-nilai Islam di negara yang pernah menjadi ibukota khilafah Islam itu.
Berbeda dengan partai dan pemimpin Islam lain, Erdogan bersama Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) mengarahkan Turki lebih islami secara bertahap dan perlahan-lahan.
Erdogan agaknya berhasil belajar dari pengalaman Erbakan bahwa memberlakukan Islam secara ‘terburu-buru’ akan langsung berhadapan dengan militer dan masyarakat yang belum siap. Karenanya, sejak menang pertama kali pada 2002 lalu, Erdogan dan AKP fokus pada pembenahan ekonomi terlebih dulu tanpa memperlihatkan kebijakan islaminya.
Peningkatan pendapatan perkapita dari 3.000 dolar AS menjadi 11.000 dolar AS membuat semakin banyak warga Turki yang menyukai AKP. Terbukti, dua pemilu berikutnya AKP kembali menang dengan suara yang terus meningkat. Bersamaan dengan keberhasilan ekonomi, AKP juga melakukan edukasi islami kepada masyarakat.
Pendekatan kepada militer selama lebih dari sepuluh tahun juga berpengaruh pada institusi penjaga nilai-nilai sekulerisme Turki itu ‘membiarkan’ ketika pemerintahan Erdogan mulai meng-gol-kan sejumlah peraturan yang mengadopsi nilai-nilai Islam, termasuk soal jilbab dan anti-miras.
Keputusan tersebut merupakan salah satu paket apa yang disebut sebagai Demokratikleşme Paket (Paket Demokratisasi) di negara tersebut.
Ya, di bawah kepemimpinan Perdana Menteri Erdogan, Umat Islam Turki semakin mendapatkan hak-haknya untuk menjalankan ajaran agama. Setelah mencabut larangan jilbab bagi guru dan dosen, Erdogan juga mencabut larangan jilbab bagi pegawai negeri sipil (PNS) di lembaga-lembaga negara, Senin (30/9).
Pencabutan larangan jilbab itu disambut gembira oleh warga Turki, khususnya para muslimah.
Negeri yang didesain sekuler “tanpa jilbab” oleh Mustafa Kemal Ataturk itu akhirnya membolehkan PNS untuk menutup auratnya secara sempurna. Meskipun masih ada empat lembaga negara yang belum membolehkan jilbab –yakni pengadilan, kejaksaan, kepolisian dan militer- keputusan Erdogan dinilai merupakan kemajuan pesat bagi penerapan nilai-nilai Islam di negara yang pernah menjadi ibukota khilafah Islam itu.
Berbeda dengan partai dan pemimpin Islam lain, Erdogan bersama Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) mengarahkan Turki lebih islami secara bertahap dan perlahan-lahan.
Erdogan agaknya berhasil belajar dari pengalaman Erbakan bahwa memberlakukan Islam secara ‘terburu-buru’ akan langsung berhadapan dengan militer dan masyarakat yang belum siap. Karenanya, sejak menang pertama kali pada 2002 lalu, Erdogan dan AKP fokus pada pembenahan ekonomi terlebih dulu tanpa memperlihatkan kebijakan islaminya.
Peningkatan pendapatan perkapita dari 3.000 dolar AS menjadi 11.000 dolar AS membuat semakin banyak warga Turki yang menyukai AKP. Terbukti, dua pemilu berikutnya AKP kembali menang dengan suara yang terus meningkat. Bersamaan dengan keberhasilan ekonomi, AKP juga melakukan edukasi islami kepada masyarakat.
Pendekatan kepada militer selama lebih dari sepuluh tahun juga berpengaruh pada institusi penjaga nilai-nilai sekulerisme Turki itu ‘membiarkan’ ketika pemerintahan Erdogan mulai meng-gol-kan sejumlah peraturan yang mengadopsi nilai-nilai Islam, termasuk soal jilbab dan anti-miras.
loading...
0 komentar:
Post a Comment
Artikel ini belum lengkap tanpa komentar anda!
Silahkan berkomentar yang santun dan cerdas, tidak menghina, tidak memaki dan tidak menyebar kebencian. Terima kasih