Orang-orang yang melatih dirinya menerima pukulan keras di perut, setiap hari dilatih, dilatih, dilatih, maka setelah bertahun-tahun berlalu, perutnya ternyata bisa menerima pukulan mematikan sekalipun dan dia tetap baik-baik saja. Segar bugar.
Tapi apakah kita bisa menghilangkan fakta: Karena dia sudah terbiasa, maka kita bisa bilang hal itu biasa-biasa saja baginya? Tidak. Pukulan itu tetap mematikan, menyakitkan.
Orang-orang yang berlatih bersabar, setiap hari dia harus pergi 10 kilometer mengambil air, karena susahnya air bersih di sana, dengan membawa ember di atas kepala. Berjalan tiap pagi, bolak-balik. Bertahun-tahun berlalu, dia amat terbiasa dengan pekerjaan berat itu. Baik-baik saja.
Tapi apakah kita bisa menghilangkan fakta: Karena dia sudah terbiasa, maka kita bisa bilang hal itu biasa-biasa saja baginya? Tidak. Perjalanan 10 km setiap hari itu tetap melelahkan.
Orang-orang yang 'berlatih' makan sekali hanya sehari. Hei, banyak loh orang-orang yang hanya makan sekali sehari di kampung-kampung. Bukan karena mereka mau sok hebat bisa begitu, tapi karena memang tidak mampu, jadilah hanya makan sekali sehari. Bertahun-tahun berlalu, dan dia baik-baik saja. Sehat.
Tapi apakah kita bisa menghilangkan fakta: Karena dia sudah terbiasa, maka kita bisa bilang hal itu biasa-biasa saja baginya? Tidak. Makan sehari sekali itu tetap kondisi yang menyedihkan.
Manusia adalah mahkluk dengan kemampuan menakjubkan. Mereka beradaptasi begitu baik dengan kondisi apapun. Dalam situasi perang, susah makan, seorang Ibu yang janda bisa terus bertahan menghidupi lima anak-anaknya. Dalam situasi bencana, kekeringan, kelaparan, seorang Ayah juga tetap bisa bertahan mencari jalan keluar demi keluarganya.
Akan tetapi, ketika seseorang sudah terbiasa atas hal tersebut, maka bukan berarti hal tersebut tidak menyakitkan lagi. Tetap sakit. Tetap berat. Tetap susah hati. Tapi dia telah melampaui batas-batasnya.
Ketika kita sudah terbiasa atas sesuatu, maka bukan berarti hilang hakikat sesuatu tersebut. Kita-lah yang tumbuh lebih tegar. Lebih gagah. Karena jelas, kehidupan ini harus dilewati dengan tegak. Bukan merangkak.
Sumber: Status Facebokk Darwis Tere Liye
Tapi apakah kita bisa menghilangkan fakta: Karena dia sudah terbiasa, maka kita bisa bilang hal itu biasa-biasa saja baginya? Tidak. Pukulan itu tetap mematikan, menyakitkan.
Orang-orang yang berlatih bersabar, setiap hari dia harus pergi 10 kilometer mengambil air, karena susahnya air bersih di sana, dengan membawa ember di atas kepala. Berjalan tiap pagi, bolak-balik. Bertahun-tahun berlalu, dia amat terbiasa dengan pekerjaan berat itu. Baik-baik saja.
Tapi apakah kita bisa menghilangkan fakta: Karena dia sudah terbiasa, maka kita bisa bilang hal itu biasa-biasa saja baginya? Tidak. Perjalanan 10 km setiap hari itu tetap melelahkan.
Orang-orang yang 'berlatih' makan sekali hanya sehari. Hei, banyak loh orang-orang yang hanya makan sekali sehari di kampung-kampung. Bukan karena mereka mau sok hebat bisa begitu, tapi karena memang tidak mampu, jadilah hanya makan sekali sehari. Bertahun-tahun berlalu, dan dia baik-baik saja. Sehat.
Tapi apakah kita bisa menghilangkan fakta: Karena dia sudah terbiasa, maka kita bisa bilang hal itu biasa-biasa saja baginya? Tidak. Makan sehari sekali itu tetap kondisi yang menyedihkan.
Manusia adalah mahkluk dengan kemampuan menakjubkan. Mereka beradaptasi begitu baik dengan kondisi apapun. Dalam situasi perang, susah makan, seorang Ibu yang janda bisa terus bertahan menghidupi lima anak-anaknya. Dalam situasi bencana, kekeringan, kelaparan, seorang Ayah juga tetap bisa bertahan mencari jalan keluar demi keluarganya.
Akan tetapi, ketika seseorang sudah terbiasa atas hal tersebut, maka bukan berarti hal tersebut tidak menyakitkan lagi. Tetap sakit. Tetap berat. Tetap susah hati. Tapi dia telah melampaui batas-batasnya.
Ketika kita sudah terbiasa atas sesuatu, maka bukan berarti hilang hakikat sesuatu tersebut. Kita-lah yang tumbuh lebih tegar. Lebih gagah. Karena jelas, kehidupan ini harus dilewati dengan tegak. Bukan merangkak.
Sumber: Status Facebokk Darwis Tere Liye
loading...
0 komentar:
Post a Comment
Artikel ini belum lengkap tanpa komentar anda!
Silahkan berkomentar yang santun dan cerdas, tidak menghina, tidak memaki dan tidak menyebar kebencian. Terima kasih