Bagi yang membutuhkan makalah tentang Pendekatan Filologis dalam Kajian Islam, berikut admin share sebuah makalah tentang Pendekatan Filologis dalam kajian Islam. Link download makalah dalam bentuk PDF tersedia di akhir tulisan. Terima kasih.
PENDEKATAN FILOLOGIS DALAM KAJIAN ISLAM
Pendahuluan
Clifford Geertz pernah mengatakan bahwa Islam membawa rasionalisme
dan ilmu pengetahuan serta menegaskan suatu sistem masyarakat yang berdasarkan
orang-perorangan, keadilan, dan membentuk kepribadian mulia.
Semangat rasionalisme dan intelektualisme Islam itu menyebar luas
di kalangan elit kraton sampai rakyat kebanyakan. Semua ini dapat ditemukan
dalam berbagai naskah yang berisi falsafah dan metafisika yang khusus ditulis
untuk keperluan umum. Praktek mistik Budha, misalnya memperoleh nama-nama Arab
seperti suluk, raja-raja Hindu yang mengalami perubahan gelar untuk menjadi
sultan Islam, dan masyarakat awam yang menyebut beberapa roh hutan dengan jin.
Sebagaimana terungkap dari pernyataan Geertz di atas, disadari atau
tidak, khazanah peninggalan berupa naskah merupakan bagian penting dalam kajian
suatu peradaban atau kebudayaan, tak terkecuali kajian keislaman. Ribuan naskah
yang dihasilkan oleh suatu kebudayaan sangat disayangkan jika tidak digali
lebih lanjut sebagai sumber kajian dalam mempelajari kebudayaan yang
bersangkutan. Hal ini dikarenakan pengetahuan tentang suatu kaum (peradaban)
dapat dilihat dari karya yang dihasilkan oleh kaum tersebut. Sebagaimana
dikutip oleh Nabilah Lubis, Prof. Baroroh Barried dalam pidato pengukuhannya
sebagai Guru Besar Ilmu Bahasa Indonesia UGM mengatakan bahwa studi filologi
merupakan kunci pembuka khazanah kebudayaan lama yang oleh karena itu perlu
diperkenalkan pada masyarakat untuk menumbuhkan minat masyarakat terhadap
kebudayaan lama.
Filologi merupakan satu kajian yang bertugas menelaah dan
menyunting naskah untuk dapat mengetahui isinya. Cabang ilmu ini memang belum
banyak dikenal oleh masyarakat luas, terutama di kalangan masyarakat Islam.
Kekayaan dan warisan intelektual Islam menjadi terabai, padahal warisan intelektual
yang berupa karya tulis itu sedemikian banyaknya. Di Indonesia saja, banyak
peninggalan kitab klasik yang ditulis oleh ulama nusantara. Misalnya Imam
Nawawi al-Bantani yang telah menulis tidak kurang dari seratus kitab berbahasa
Arab dalam berbagai bidang keilmuan. Contoh lain, Syekh Mahfudh at-Tarmasy yang
menulis hingga 60 kitab meliputi tafsir, qiraah, hadits, dan sebagainya.
Oleh karena itu, makalah ini akan membahas tentang pendekatan
filologi dalam studi Islam sebagai bentuk pengenalan cabang ilmu filologi
kepada komunitas Islam agar khazanah peninggalan berupa naskah-naskah kuno
dapat dipelajari dengan lebih maksimal.
II. Pembahasan
A. Pengertian dan ruang lingkup filologi
Filologi berasal dari kata dalam bahasa Yunani, yaitu kata “philos”
yang berarti ‘cinta’ dan “logos” yang berarti ‘pembicaraan’, ‘kata’ atau
‘ilmu’. Pada kata “filologi” kedua kata itu secara harfiyah membentuk arti
“cinta kata-kata” atau “senang bertutur”. Arti ini kemudian berkembang menjadi
“senang belajar”, “senang kepada ilmu” atau “senang kebudayaan”, hingga dalam
perkembangannya sekarang filologi identik dengan ‘senang kepada tulisan-tulisan
yang ‘bernilai tinggi’.
Sebagai istilah, kata ‘filologi’ mulai dipakai kira-kira abad ke-3
SM oleh sekelompok ilmuwan dari Iskandariyah. Istilah ini digunakan untuk
menyebut keahlian yang diperlukan untuk mengkaji peninggalan tulisan yang
berasal dari kurun waktu beratus-ratus tahun sebelumnya. Pada saat itu,
perpustakaan Iskandariyah mendapatkan banyak naskah berupa gulungan papyrus
dari beberapa wilayah di sekitarnya. Sebagian besar naskah tersebut sudah
mengandung sejumlah bacaan yang rusak dan korup, diantaranya adalah
naskah-naskah Alkitab yang muncul dalam beberapa versi. Keadaan ini mendorong
para ilmuwan untuk mengadakan kajian untuk mengetahui firman Tuhan yang
dianggap paling asli. Mereka menyisihkan kekeliruan-kekeliruan yang terdapat
dalam naskah-naskah kuno tersebut. Jika naskah yang mereka hadapi dalam jumlah
besar atau lebih dari satu naskah, maka kajian juga dihadapkan pada
bacaan-bacaan (varian-varian) yang berbeda.
Dalam perkembangan terakhirnya, filologi menitikberatkan
pengkajiannya pada perbedaan yang ada dalam berbagai naskah sebagai suatu
penciptaan dan melihat perbedaan-perbedaan itu sebagai alternatif yang positif.
Dalam hubungan ini suatu naskah dipandang sebagai penciptaan kembali (baru)
karena mencerminkan perhatian yang aktif dari pembacanya. Sedangkan
varian-varian yang ada diartikan sebagai pengungkapan kegiatan yang kreatif
untuk memahami, menafsirkan, dan membetulkan teks bila ada yang dipandang tidak
tepat.
Obyek kajian filologi adalah teks, sedang sasaran kerjanya berupa
naskah. Naskah merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan peninggalan
tulisan masa lampau, dan teks merupakan kandungan yang tersimpan dalam suatu
naskah. ‘Naskah’ sering pula disebut dengan ‘manuskrip’ atau ‘kodeks’ yang
berarti tulisan tangan.
Naskah yang menjadi obyek kajian filologi mempunyai karaktristik
bahwa naskah tersebut tercipta dari latar social budaya yang sudah tidak ada
lagi atau yang tidak sama dengan latar social budaya masyarakat pembaca masa
kini dan kondisinya sudah rusak. Bahan yang berupa kertas dan tinta serta
bentuk tulisan, dalam perjalanan waktu telah mengalami kerusakan atau
perubahan. Gejala yang demikian ini terlihat dari munculnya berbagai variasi
bacaan dalam karya tulisan masa lampau.
B. Pendekatan Filologi dalam
Studi Islam
Az-Zamakhsyari, sebagaimana dikutip Nabilah Lubis, mengungkapkan
kegiatan filologi sebagai tahqiq al-kutub. Ungkapan itu secara lengkap sebagai
berikut:
حققت الأمر وأحققته: كنت على يقين منه، وحققت الخبر فأنا أحقه.
وقفت على حقيقته. ويقول الرجل لأصحابه إذا بلغهم خبر فلم يستيقنوه: أنا
أحق لكم هذا الخبر، أي أعلمه لكم وأعرف حقيقته.
Secara bahasa, tahqiq berarti tashhih
(membenarkan/mengkoreksi) dan ihkam (meluruskan). Sedang secara istilah,
tahqiq berarti menjadikan teks yang ditahkik sesuai dengan harapan
pengarangnya, baik bahasanya maupun maknanya. Dari definisi ini, dapat dipahami
bahwa tahqiq bertujuan untuk menghadirkan kembali teks yang bebas dari
kesalahan-kesalahan dan sesuai dengan harapan penulisnya. Tahqiq sebuah teks
atau nash adalah melihat sejauh mana hakikat yang sesungguhnya terkandung dalam
teks tersebut.
Bangsa Arab pra-Islam dikenal dengan karya-karya syair maupun
sastra prosanya. Karya yang paling terkenal adalah “Muallaqat” (berarti
“yang tergantung), karya-karya yang berupa qasidah-qasidah panjang dan bagus
yang digantungkan pada dinding Ka’bah dengan tujuan agar dibaca masyarakat Arab
pada hari-hari pasar dan keramaian lainnya.
Penelitian naskah Arab telah lama dimulai, terlebih pada masa
pemerintahan Khalifah Abu Bakar. Pada masa itu, nash al-Qur’an mulai
dikumpulkan dalam satu mushaf. Hal ini membutuhkan ketelitian untuk menyalin
teks-teks al-Quran ke dalam mushaf tersebut. Ayat-ayat al-Quran yang sebelumnya
tertulis secara berserakan pada tulang belulang, kulit pohon, batu, kulit
binatang, dan sebagainya dipindah dan disalin pada sebuah mushaf dan dijadikan satu.
Pekerjaan menyalin ayat-ayat al-Quran ini dilaksanakan dengan ketelitian
menyangkut orisinalitas wahyu ilahy yang harus senantiasa dijaga.
Setelah Islam tumbuh dan berkembang di Spanyol pada abad ke-8
Masehi sampai abad ke-15 Masehi, pada zaman Dinasti Bani Umayyah ilmu
pengetahuan Yunani yang telah diterima bangsa Arab kemudian kembali ke Eropa
dengan epistemologi Islam. Puncak kemajuan karya sastra Islam ini mengalami
kejayaannya pada masa Dinasti Abbasiyah. Karya tulis al-Ghazali, Fariduddin
Attar, dan lainnya yang bernuansa mistik berkembang maju di wilayah Persia dan
dunia Islam. Karya Ibnu Rusyd, Ibnu Sina dan yang lain menjadi rujukan wajib
mahasiswa dan merupakan lapangan penelitian yang menarik pelajar di Eropa.
Dalam konteks keindonesiaan, manuskrip Islam terbagi ke dalam tiga
jenis. Pertama, manuskrip berbahasa dan tulisan Arab. Kedua, manuskrip Jawi,
yakni naskah yang ditulis dengan huruf Arab tapi berbahasa Melayu. Ketiga,
manuskrip Pegon, yakni naskah yang ditulis dengan huruf Arab tapi menggunakan
bahasa daerah seperti, bahasa Jawa, Sunda, Bugis, Buton, Banjar, Aceh dan
lainnya.
Manuskrip keislaman di Indonesia lebih banyak berkaitan dengan
ajaran tasawuf, seperti karya Hamzah Fansuri, Syeh Nuruddin ar-Raniri, Syeh
Abdul Rauf al-Singkili, dan Syeh Yusuf al-Makassari. Tidak sedikit pula yang
membahas tentang studi al-Quran, tafsir, qiraah dan hadis. Misalnya Syeh Nawawi
Banten dengan tafsir Marah Labib dan kitab Al-Adzkar. Ada pula Syeh Mahfudz
Termas dengan Ghunyah at-Thalabah fi Syarh ath-Thayyibah, al-Badr al Munir fi
Qiraah Ibn Katsir dan karya-karyanya yang lain. Sebagian karya-karya tersebut
sudah ditahqiq, dalam proses tahqiq, dan dicetak tanpa tahqiq .Sementara
sebagian besar lainnya masih berupa manuskrip. Padahal umumnya, karya kedua
tokoh ini juga menjadi rujukan dunia Islam, tidak hanya di Indonesia.
Menilik dari sangat banyaknya khazanah klasik yang ada di
Nusantara, merupakan sebuah pekerjaan besar untuk mentahqiq kitab-kitab
peninggalan ulama klasik tersebut.
III. Penutup
Pendekatan filologi dipergunakan dalam kajian studi Islam dalam
rangka memperoleh informasi dari sebuah teks melalui penelitian terhadap
berbagai naskah keislaman yang ada. Mengingat banyaknya khazanah intelektual
Islam, tentu membutuhkan banyak waktu untuk melakukan penelitian terhadap
berbagai turats tersebut. Pendekatan filologi menjadi sangat penting sepenting
kandungan teks itu sendiri.
Pendekatan ini memang belum banyak digunakan, meskipun oleh
pihak-pihak pengguna kitab-kitab klasik itu sendiri, seperti
pesantren-pesantren di Indonesia. Oleh karena itu perlu adanya sosialisasi dan
penyadaran terhadap pentingnya pendekatan filologi dalam studi Islam.
DAFTAR PUSTAKA
- Clifford Geertz, Abangan, Santri, Priyayi Dalam Masyarakat Jawa, terjemahan, Jakarta: Pustaka Jaya, 1981
- Nabilah Lubis, Naskah, Teks, dan Metode Penelitian Filologi, Jakarta: Forum Kajian Bahasa & Sastra Arab Fakultas Adab IAIN Syarif Hidayatullah, 1996
- Kun Zahrun Istanti, “Studi Manuskrip dan Muatannya”, Makalah
- Habib, “Tahkik al-Kutub”, Makalah
loading...
0 komentar:
Post a Comment
Artikel ini belum lengkap tanpa komentar anda!
Silahkan berkomentar yang santun dan cerdas, tidak menghina, tidak memaki dan tidak menyebar kebencian. Terima kasih