Kota Bursa, Turki, 1389 M.
Sultan Bayazid I menduduki tahta Dinasti Ottoman yang ternama. Sang ayahanda, Sultan Murad telah wafat menutup usia. Sang Halilintar, begitu rakyat se-antero negeri menggelarnya. Namanya menggetarkan pangeran-pangeran Eropa.
Selaksa negeri tunduk ke bawah dulinya. Bulgaria, Bosnia, Slanik, Albania dan Balkan takluk di bawah kuasanya.
Ketika Perang Salib berkecamuk, Paus Eugenius IV (Gabriele Condulmer) dari Venesia menggalang kekuatan untuk mengusir kaum muslim dari seluruh tanah Eropa. 15 Negara menyambut seruan Paus.
Britania, Perancis, Jerman, Skotlandia, Swiss dan Hongaria mengirim bala tentara. Tapi, Kota Nicopolis di tepi Sungai Danube jadi saksi ketika Raja Sigismund dari Hongaria jadi pecundang hina. 120 ribu tentara itu tak berkutik di depan askar Sultan Bayazid nan perkasa.
Demikianlah riwayat Sultan yang tak ada duanya.
Namun suatu hari di Kota Bursa, tempat sang Sultan bertahta,Sultan datang menghadap ke Pengadilan yang dipimpin oleh Qadhi (Hakim) Syamsuddin Fanari yang alim lagi bijak laksana. Sultan akan menjadi saksi dalam suatu perkara.
Ketika masuk, sang Hakim tahu bahwa yang datang adalah Sultan. Setelah tahu maksudnya, sang hakim berkata:
"Sultan, kesaksian anda tidak dapat saya terima di pengadilan saya ini!".
Seluruh hadirin di Pengadilan pun terdiam penuh tanya.
"Mengapa tidak diterima?". Tanya Sultan.
"Sebab saya tahu anda tidak melaksanakan sholat fardhu secara berjamaah! Dan orang yang tidak melaksanakan sholat fardhu berjamaah tanpa uzur yang sah berpotensi melakukan kebohongan dalam kesaksian mereka". Begitu ucap sang Hakim dengan suara berwibawa.
Semua hening tak bersuara. Bagaimana mungkin seorang hakim yang diangkat oleh Sultan begitu berani mengatakan hal itu kepada Sultan di depan orang banyak. Apalagi Sultan yang dikenal dengan gelar 'halilintar' itu?!! Dalam benak hadirin terbayang-bayang, sebentar lagi kepala sang hakim ini akan dipenggal oleh askar sang raja.
Tapi, ternyata sang Sultan hanya tertunduk tanpa bicara. Dengan segera, ia berbalik dan melangkah meninggalkan ruang pengadilan tanpa sepatah kata.
Pada hari itu juga, sang Sultan memerintahkan orang-orang untuk membangun sebuah masjid di dekat istananya. Setelah selesai, di sanalah Sultan melaksanan sholat berjamaah setiap hari bersama rakyat sekitar istana.
Demikian diabadikan oleh Utsman Nazar dalam kitabnya: Hadiqah al-Salathin ratusan tahun lalu.
Sumber:
Utsman Nazar, Hadîqwah al-Shalâthîn
Arukhan Muhammad Ali, Rawâ'i min al-Târîkh al-Utsmâni
Ali Muhammad al-Shalabi, al-Daulah al-Utsmaniyyah: Awâmil al-Nuhûdh wa Asbâb al-Suqûth.
Muhammad Farid Bek, Târîkh al-Daulah al-`Aliyyah al-'Utsmaniyyah
Øديقة السلاطين
تاريخ الدولة العلية العثمانية
الدولة العثمانية عوامل النهوض وأسباب السقوطروائع من التاريخ العثماني
loading...
0 komentar:
Post a Comment
Artikel ini belum lengkap tanpa komentar anda!
Silahkan berkomentar yang santun dan cerdas, tidak menghina, tidak memaki dan tidak menyebar kebencian. Terima kasih